Dana bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp300.000,00 per rumah tangga miskin untuk masa tiga bulan yang pernah digelontorkan pemerintah beberapa waktu lalu ternyata tidak mencukupi untuk dijadikan modal usaha yang akan melepaskan rumah tangga miskin (RTM) dari lilitan kemiskinan. Sebaliknya, dana tersebut cenderung digunakan untuk kebutuhan konsumtif, bukan produktif. “BLT bukanlah kebijakan yang benar untuk menanggulangi kemiskinan. Sebagai sebuah kebijakan, BLT hanya akan bersifat produktif jika diberikan dalam jumlah besar dan memperhatikan berbagai aspek sosio-kultural yang ada,” ujar Nurhayati Ali Assegaf dalam ujian terbuka promosi doktor Sekolah Pascasarjana UGM, Sabtu (16/1/2010).
Selain itu, jumlah nominal yang diberikan melalui BLT relatif kecil, ditambah lagi dengan sistem birokrasi dan penyaluran yang rumit. Berdasarkan hasil penelitian Nurhayati, sebagian dana BLT yang diterima oleh RTM digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga pulsa telepon. “Apalagi nominal dana BLT tersebut serba tanggung, terlalu kecil untuk dijadikan modal usaha. Namun, belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti biaya sekolah atau memenuhi kebutuhan pangan sekeluarga,” kata anggota Komisi I DPR RI 2009-2014 ini.
Untuk kebijakan penanggulangan kemiskinan, menurut Nurhayati, yang perlu dilakukan pemerintah adalah redistribusi aset, bukan dalam bentuk uang. Aset yang dimaksud bisa berbentuk fisik, seperti tanah atau modal usaha, atau nonfisik, seperti pendidikan, kesehatan, dan akses bekerja.“Masalah kemiskinan yang bersifat multidimensi menjadi terlalu sederhana jika hanya dituntaskan melalui program BLT. Persoalan kemiskinan bukan terletak pada kemampuan daya beli, tetapi akses terhadap kekuasaan atau sumber ekonomi,” kata mantan staf khusus Ibu Negara RI 2004-2009 ini menambahkan.
Wanita kelahiran Solo, 17 Juli 1963 ini juga mengungkapkan persoalan pendataan program BLT. Menurutnya, persoalan itu akibat tingkat pemahaman tentang konsep kemiskinan ternyata sangat bervariasi di kalangan RTM dan aparat kelurahan. Bahkan, para petugas juga cenderung subjektif dan sering tidak mengikuti tahap pendataan sesuai dengan pedoman yang berlaku, termasuk melakukan verifikasi secara tidak akurat.
Ketua tim promotor, Prof. Dr. Irwan Abdullah, M.A., dalam pesan dan kesannya berharap promovenduz bisa mendarmabaktikan ilmunya sesuai dengan posisinya saat ini sebagai anggota DPR RI dan aktif di partai politik.“Anda bisa memainkan peran yang sangat penting bagi kemaslahatan bangsa karena persoalan bangsa kita semakin banyak dan mendesak untuk diselesaikan,” ucap Irwan.
Ketua tim penguji, Prof. Dr. Ir. Edhi Martono, M.Sc., dalam pidato penutup ujian terbuka menyatakan promovenduz lulus dengan predikat sangat memuaskan dan merupakan doktor ke-1159 yang telah diluluskan UGM.
Tampak hadir dalam kesempatan tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Dr. Ir. H. Fadel Muhammad, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Syarifuddin Hasan, mantan Ketua DPR RI, Dr. Ir. Akbar Tanjung, dan Staf Ahli Menteri Sosial Bidang Dampak Sosial, Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat. (Humas UGM/Gusti Grehenson)