Rektor UGM Prof Dr Sofian Effendi, MPIA, Sabtu (14/4) malam secara resmi mengabadikan nama Prof Dr Koesnadi Hardjasoemantri, SH, ML sebagai pengganti nama Gedung Pusat Kebudayaan UGM, menjadi “Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri UGMâ€.
Peresmian ini dilakukan bersamaan dengan peringatan genap 40 hari wafatnya Prof Koenadi dari kecelakaan pesawat Garuda GA-200, Rabu (7/3) di Bandara Adisucipto.
“Dengan izin dan keihkasan yang tulus dari keluarga almarhum, UGM mengabadikan nama Koesnadi Hardjasoemantri menjadi nama gedung Pusat Kebudayaan, karena kiprah beliau di bidang kebudayaan dan di gedung inilah menjadi tempat pertemuan terakhir Prof Koesnadi dengan masyarakat UGM,†ungkap Rektor UGM, Prof Dr Sofian Effendi, MPIA dalam sambutan peresmian Pusat kebudayaan Koesnadi Harjdasoemantri UGM.
Selain peresmian pergantian nama, digelar pula malam refleksi untuk mengenang Koesnadi dengan mengundang beberapa nara sumber, Prof Sofian Effendi (Rektor UGM), Prof Taufik Abdullah (Sejarawan), Dr Anis Barswedan (Mantan Aktivis), Dr. Marsudi Triatmodjo (Dekan Fakultas Hukum UGM), SH. LLM yang dipandu oleh Drs. Ana Nadhya Abrar.
Taufik Abdullah, membuka kenangannya bersama Koesnadi saat masih mahasiswa, dimana saat itu Koesnadi sudah menjadi tenaga PTM (Pengerahan tenaga Mahasiswa), menjadi guru di sekolah-sekolah menengah atas di seluruh pelosok Indonesia.
“Saat masih mahasiswa, Koesnadi sering bawa sepeda motor dengan membonceng isterinya, saya bisa tebak kalo yang dibonceng itu isterinya karena saat itu sekian persen dari tenaga PTM itu kawin di daerah,†kata Taufik.
Menurut Sejarawan UGM ini, satu kebanggan yang betul-betul dirasakan oleh Koesnadi adalah saat dirinya menjadi tentara pelajar, ikut berperang membela kemerdekaan.
“Ketika ada peringatan 60 tahun kemerdekaan Indonesia, diadakan seminar sejarah di Bandung, saya minta kepada panitia supaya yang memberikan pembicara kunci bukan dari sejarawan tapi orang yang berpengalaman dalam sejarah, maka saya usul Pak Koesnadi. Ketika ditawarkan, ia langsung jawab, yes, why not, “ kenang Taufik..
Tambah mantan ketua LIPI ini, hubungan mereka semakin akrab ketika menjadi anggota Akademi Jakarta, “Saat beliau sudah meninggal, ketika rapat saya terima saja permintaan dari anggota lainnya agar saya menggantikan beliau jadi ketua, saya terima saja karena saya anggap ini amanah dari Prof Koesnadi,†papar Taufik.
“Saya kira saya tidak bisa menandingi Pak Koesnadi,†aku mantan ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini.
Berbeda dengan Anis, ia punya pengalaman tersendiri dengan Pak Koes saat masih menjadi aktivis di Dewan Mahasiswa akhir tahun 80 an. Menurutnya, Koesnadi merupakan sosok Bapak sekaligus penyemangat bagi anak-anak muda.
“Saat menjadi Rektor, beliau begitu akrab dengan mahasiswa, sampai-sampai dia sendiri datang dan memberikan masukan jika merasakan sesuatu yang ngondeli dan menurutnya tidak etis,†ungkap mantan ketua DEMA ini
Tambah Anis, Koesnadi merupakan orang yang dibelakang layar lahirnya pergerakan mahasiswa tahun 90-an. Kata Anis, Koesnadi merupakan Rektor paling berani dan pertama kali mengusulkan agar mahasiswa memanfaatkan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) sebagai wadah untuk menempa kepemimpinan. Sehingga muncullah apa yang dinamakan Senat Mahasiswa dan Badan Eksekutif Mahasiswa menjadi pelopor model lembaga mahasiswa yang ditiru oleh semua universitas di seluruh Indonesia. “Sembilan tahun setelah itu, maka kita tuai hasilnya (reformasi 1998),†ujar Anis. (Humas UGM)