Prevalensi obesitas di Indonesia tergolong tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2013 mencatat prevalensi obesitas mencapai 8.8% pada anak usia 5-12 tahun, 2.5% pada remaja usia 13-15 tahun, 1.6% pada remaja usia 16-18 tahun dan 15.4% pada orang dewasa. Sementara obesitas dapat menjadi faktor risiko timbulnya sejumlah penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus tipe 2 serta masalah sosial dan psikologis.
Merasa prihatin terhadap permasalahan tersebut, sejumlah mahasiswa UGM berupaya mencari alternatif solusi. Sekar Risdipta Savitarasmi, Meilisa Khoiriya, Raka Permana Adlin Putra dari Fakultas Kedokteran, Sri Wening Kurniajati dari Fakultas Kedokteran Hewan, dan Wahyu Setyaning Budi dari Fakultas Teknologi Pertanian mengembangkan produk susu dari kacang tanah sebagai alternatif penanganan obesitas yang diberi nama SUKATA. Penelitian dilaksanakan di bawah bimbingan Harry Freitag Luglio Muhammad, S.Gz., MSc., Dietisien., melalui Program Kreativitas Mahasiswa UGM tahun 2017.
Ketua pengembang SUKATA, Sekar Risdipta, mengatakan kejadian obesitas terjadi akibat nafsu makan yang tidak terkendali. Hasrat atau keinginan makan tersebut diatur oleh otak, tepatnya pada nukleus arkuata bagian dari hipotalamus yang akan menghasilkan hormon serotonin. Hormon serotonin ini memiliki fungsi menurunkan nafsu makan dan penginduksi kepuasan makan.
“Hormon serotonin diprekursori oleh asam amino triptofan. Sementra sumber asam atriptofan ini mudah ditemukan pada kacang-kacangan termasuk kacang tanah,” jelasnya Rabu (12/7) di UGM.
Dijelaskan Sekar, dalam kacang tanah (Arachis hypogaeae L.) mengandung asam amino triptofan cukup tinggi. Pada 100 gram kacang tanah mengandung 250 mg asam amino triptofan yang dapat menekan nafsu makan.
Merekapun melakukan penelitian lebih mendalam untuk mengkaji peran susu kacang tanah terhadap produksi dari molekul serotonin. Untuk membuktikan efek susu kacang tanah dalam menurunkan nafsu makan dilakukan percobaan pada 30 ekor tikus Sprague Dawley. Susu kacang tanah diberikan melalui sonde oral pada tikus yang diberi pakan tinggi lemak dan tinggi fruktosa. Hal ini dilakukan untuk menginduksi obesitas pada tikus. Setelah 25 hari perlakuan dilakukan pengambilan plasma darah tikus untuk melihat kadar serotonin yang selanjurnya akan dianalisis.
“Hasilnya, penambahan berat badan pada kelompok tikus yang diberi perlakuan SUKATA lebih sedikit dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi perlakuan,” ungkapnya.
Selain itu, pada kelompok yang diberi perlakuan SUKATA juga mengalami penurunan nafsu makan. Hal ini membuktikan bahwa SUKATA dapat membantu mencegah terjadinya perubahan berat badan secara berlebihan yang dapat memicu terjadinya obesitas.
Pembuatan susu kacang tanah ini tidak hanya menjadi solusi mencegah terjadinya obesitas di Indonesia. Namun, juga mendukung diversifikasi olahan pangan fungsional berbasis kacang tanah yang masih sangat terbatas dan belum dikenal masyarakarat secara luas.
“Susu kacang tanah ini bisa menjadi solusi untuk mencegah terjadinya obesitas di Indonesia dan menjadi produk alternatif diversifikasi olahan pangan dari bahan kacang tanah,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)