Yogya, KU
Keberadaan Pusat Perlindungan Satwa (PPS) semakin penting dalam upaya membantu proses penegakan hukum dan mengelola satwa titipan negara dari hasil penertiban peredaran dan perdagangan illegal satwa liar.
Setidaknya enam PPS yang berada di Tegal Alur Jakarta, Sukabumi, Yogyakarta, Malang, Sulawesi Utara, dan Bogor telah membantu upaya penyelamatan 10 ribu ekor satwa dari hasil penertiban Ditjen PHKA.
“Sejak lima tahun terakhir, sebanyak 10 ribu ekor satwa liar hasil penertiban Ditjen PHKA telah dititipkan ke enam PPS ini,†kata Manajer Pusat Penyelamatan Satwa Yogyakrata Sugihartono dalam semiloka ‘Bersama Perangi Kejahatan terhadap Kehidupan Liar di Indonesia, Sabtu (9/2) di ruang auditorium Fakultas Kehutanan UGM.
Khusus untuk Pusat Penyelamatan Satwa Jogja, jelas Sugihartono, sejak tahun 2003 hingga 2007 telah mengelola sebanyak 4190 ekor satwa dari 52 jenis. Sejumlah 2877 diantaranya telah berhasil dilepas kembali ke habitatnya di seluruh Indonesia.
Menurutnya, semenjak adanya PPS ini banyak masyarakat yang mulai tahu dan sadar akan peran satwa liar di alam sebagai bagian dari penentu kelestraiam hutan dan penentu kehidupan manusia di masa datang.
Namun demikian, diakui Sugihartono, maraknya pemburuan, perdagangan dan pemeliharan illegal satwa satwa liar juga semakin tidak berkurang jumlahnya dengan dibuktikan banyaknya satwa yang seharusnya dilindungi malah diperdagangkan secara bebas di pasar-pasar.
“Orang masih bebas menangkap dan memelihata satwa dilindungi dan kita lihat di pasar pasar memperdagangkan satwa dilindungi ini,†katanya.
Sementara itu, Dwi Nugroho Adhisato dari lembaga Wildlife Conservasi Society –Indonesia Program mengungkapkan kejahatan perdagangan satwa liar merupakan sindikat kejahatan yang umum ditemukan di banyak Negara.
“Kebanyakan dari jenis satwa liar yang diperdagangakan ini merupakan jenis satwa yang kini berada di ambang kepunahan,†imbuhnya.
Masih banyaknya sindikat kejahatan peredaran satwa liar ini, kata Dwi Nugroho, disebabkan masih lemahnya upaya penegakan hukum bagi pelaku, dukungan dan koordinasi aparat penegak hukum yang masih kurang, dan masih kecilnya kontribusi pemerintah daerah dan DPRD setempat dalam membantu dalam penanggulangan wildlife crimes di berbagai daerah.
Kegiatan semiloka ini diselenggarakan oleh Kanopi Indonesia, Wildlife Conservation Society, World Conservation Forum, Pusat Studi Jerman dan BEM Fakultas Kedokteran Hewan UGM juga menghadirkan pembicara lainnya dari Direktorat Hukum dan Regulasi Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) I Ketut Sudiharsa, selain itu juga mengundang pembicara dari Fakultas Biologi UGM Tjut Sugandawaty Djohan.(Humas UGM/Gusti Grehenson)