Bertepatan Hari Bakti Bumi, Wakil Rektor Senior Bidang Administrasi Prof Dr Marwan Asri MBA, Selasa, (17/4) di Desa Banaran Wonosari meresmikan hutan Wanagama sebagai hutan pendidikan, penelitian dan wisata alam. Launching Wanagama Bedrock Forest ditandai pemukulan kentongan kayu oleh Prof Marwan dengan disaksikan sejumlah pejabat, antara lain Asisten Gubernur III Pemerintah Propinsi DIY Drs Riswanto, Bupati Gunung Kidul Drs Suharto, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Prof Dr Ir Moch Na’iem, M Agr Sc, Direktur Administrasi Akademik Dr Budi Prasetyo Widyobroto DEA DESS, Dekan Fakultas Pertanian Prof Dr Ir Susamto Somowiyarjo MSc, Kepala Bappeda Gunung Kidul, Kepala Dinas pendidikan DIY dan Kepala Dinas Kehutanan DIY Ir H Sunardi.
Banyak pihak menyambut gembira kehadiran Wanagama Bedrock Forest. Ungkapan tersebut, setidaknya datang dari Universitas Gadjah Mada, Pemerintah Propinsi DIY, Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Dinas Pendidikan, Kehutanan dan Pertanian.
Sebagaimana disampaikan Prof Moch Na’iem Dekan Fakultas Kehutanan UGM, bahwa dengan Wanagama Bedrock Forest, orang akan memandang semakin pentingnya memelihara lingkungan hidup lebih baik di masa datang. “Ini merupakan serentetan program yang berkembang di hutan Wanagama. Bahwa Wanagama Teaching Forest telah dibangun sejak tahun 1964 lalu. Jadi sudah lebih 40 tahun dan kondisinya masih seperti ini, tetapi ini merupakan arah yang sangat mudah untuk menjelaskan pada khalayak bahwa membangun hutan bukan perkara mudah,†ungkapnya.
Tujuan dibangunnya hutan Wanagama pada tahun 1964, kata Prof Naiem, adalah sebagai pusat tempat percontohan kegiatan reboisasi dan penghijauan. Selain itu, sebagai tempat pendidikan dan pelatihan bidang kehutanan.
“Juga sebagai tempat konservasi ex situ dari tanaman-tanaman langka di Indonesia dan sebagai pusat penyediaan bibit unggul tanaman kehutanan, serta sebagai obyek wisata minat khusus, sekaligus tempat percontohan dan pengembangan sosial agroforestry,†tandas Prof Na’iem.
Fakultas Kehutanan UGM pun berkeinginan menjadikan pengelolaan hutan Wanagama di masa mendatang bisa mandiri. Karena diakui selama ini, bahwa pembiayaan operasional hutan Wanagama masih ditopang RKAT UGM.
“Memang kami memiliki yayasan dan mempunyai kontribusi yang nyata. Namun, dari hasil yayasan ini masih kurang memadai. Oleh karena itu, pengembangan Wanagama Bedrock Forest harus tidak terpisahkan, bahkan in-line dengan kegiatan yang telah ada. Sebaliknya, kegiatan Wanagama Bedrock Forest diharapkan menjadi pemicu, pengembangan program lainnya di Wanagama kearah yang lebih optimal,†harapnya.
Sementara sambutan Gubernur DIY Sultan HB X yang dibacakan Drs Riswanto mengungkapkan, bahwa sebagai pusat pendidikan lingkungan dan taman ilmu pengetahuan, hutan Wanagama diharapkan dapat berfungsi sebagai hutan konversi dan wisata alam. “Haruslah kita memberi apresiasi yang tinggi, karena di tempat ini pula masyarakat umum, sekolah, perguruan tinggi, maupun lembaga pemerintah dapat belajar mengenal lebih dekat dengan alam,†ungkapnya.
Melengkapi sambutan sebelumnya, Prof Marwan menambahkan jika Wanagama bukanlah sebagai hutan biasa. Dimana dalam perjalanannya selama lebih dari 40 tahun, peran hutan Wanagama tentu lebih dari hutan biasa.
“Saya kira tidak perlu lagi menambahi riwayat hutan Wanagama. Tapi yang penting, bagaimana arti penting Wanagama dalam proses belajar mengajar masyarakat. Bahwa secara umum, demikian besarnya peran dan manfaat Wanagama, kita semua sudah mengetahui,†ungkap Prof Marwan.
Turut memeriahkan acara launching, kesenian Lesung oleh ibu-ibu desa Banaran, Wonosari dan paduan suara SD Muhammadiyah II Gresik Jatim yang menampilkan tiga lagu bertema Wanagama, alam dan hutan. Setelah acara launching, kegiatan dilanjutkan derma bakti bumi dengan menyisihkan uang Rp 1000 dan kunjungan lokasi hutan Wanagama.
Sekilas tentang Wanagama Bedrock Forest. WBF merupakan tempat Pusat Pendidikan Lingkungan, Taman Ilmu Pengetahuan, Hutan Konvensi dan Wisata Alam. Berlokasi di hutan I Wanagama Kabupaten Gunungkidul dengan jarak tempuh 35 km timur selatan Yogyakarta.
Di WBF masyarakat luas akan menikmati fasilitas laboratorium alam berupa hutan, kebun bibit, dan lapisan batuan. Lahan seluas 600 hektar dengan topografi beragam, sungai, air terjun, sumber air, yang dilengkapi pula dengan perpustakaan, museum serta menghadirkan nara sumber dari UGM dan Perguruan Tinggi lain.
Disini masyarakat akan memperoleh banyak pengetahuan tentang betapa penting memelihara alam, dengan berkemah, family gathering, outbond, jalan santai, trekking sepeda gunung, menjelajah hutan, airsoft gun dan lain-lain. (Humas UGM).