Erosi pada suatu unit spasial bisa disebabkan oleh dua tenaga pendorong, yaitu indeks erosifitas hujan dan indeks erosifitas limpasan permukaan. Namun, penelitian yang dilakukan selama ini hanya menggunakan indeks erosifitas hujan dalam prediksi erosi, sedangkan indeks erosifitas limpasan hanya digunakan untuk memprediksi sedimen yang terangkut masuk ke dalam waduk. Hal ini mendorong mahasiswa program doktoral di Program Studi Ilmu Lingkungan UGM untuk melakukan kajian spasial terhadap erosifitas limpasan untuk modifikasi prediksi erosi.
“Kajian indeks erosifitas hujan dan limpasan permukaan merupakan suatu kajian yang terkait secara spasial,” ujar Drs. Ahmad, M.Si. saat mengikuti ujian terbuka program doktor, Senin (24/7) di Sekolah Pascasarjana.
Ahmad menjelaskan, indeks erosifitas hujan sebagai tenaga pendorong yang memikul permukaan tanah secara vertikal sehingga terjadi erosi percik, sedangkan indeks erosifitas limpasan merupakan tenaga pendorong yang memukul permukaan tanah secara horisontal sehingga terjadi erosi lembar, erosi alur, dan erosi parit.
“Ketika butiran jatuh pada suatu unit spasial tertentu, maka bagian curah hujan yang tidak dapat meresap ke dalam tanah dapat menjadi limpasan permukaan,” jelasnya.
Dalam ujian terbuka ini, ia mempertahankan disertasinya yang berjudul “Kajian Spasial Ekologi Erosifitas Hujan dan Limpasan untuk Modifikasi Prediksi Erosi di DAS Kedaung Wonogiri.” Dalam penelitian yang dilakukan, ia mengkaji karakteristik lahan serta indeks erosifitas hujan dan limpasan di DAS Kedaung. Ia juga merumuskan penentuan dasar penyusunan pengendalian erosi di DAS Kedaung.
“Kajian dinamika curah hujan dan tutupan lahan harus menjadi pertimbangan dalam kajian erosi agar dapat mengetahui waktu terjadinya erosi tertinggi, sehingga pengendalian erosi dapat dirumuskan berdasarkan erosi tertinggi,” papar Ahmad.
Pengajar di Fakultas Geografi Universitas Sebelas Maret Surakarta ini memaparkan, dari hasil analisis terhadap peta satuan lahan kejadian limpasan, ditemukan bahwa di DAS Kedaung terdapat dua tipe satuan lahan kejadian limpasan, yaitu tipe satuan lahan kejadian limpasan permukaan tunggal dengan 1.168 kejadian dan tipe satuan lahan kejadian limpasan permukaan ganda dengan 744 kejadian.
Sementara itu, kajian yang dilakukan terhadap karakteristik hujan menunjukkan rata-rata tahunan bulan Januari berkisar 350-400mm, rata-rata tahunan bulan April berkisar lebih dari 200 mm dengan fungsi tutupan lahan terjadi penurunan 15-20% , sedangkan rata-rata curah hujan bulan November berkisar lebih dari 250 mm dengan fungsi tutupan lahan mengalami penurunan 20-30%.
Dalam ujian terbuka ini ia juga menyebutkan bahwa erosi tertinggi di DAS Kedaung terjadi pada Bulan Januari dan November. Oleh sebab itu, erosi yang harus dikendalikan harus didasarkan erosi yang terjadi bulan Januari dan November.
“Cara pengendaliannya adalah harus mengendalikan indel erosifitas pada sumber indeks erosifitas penyebab erosi,” pungkasnya. (Humas UGM/Gloria)