Secara empiris penerapan Ipteks sektor pertanian telah memberikan keberhasilan di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, Kanada, Australia, Jepang dan Korea Selatan. Oleh karena itu, pembangunan agroindustri di Indonesia semestinya disusun atas dasar keyakinan bahwa pertanian dengan segala keunggulan komparatifnya dan penerapan Ipteks yang tepat, yaitu sebagai pengisi keunggulan kompetitif dapat menjadi salah satu unggulan yang dapat meningkatkan nilai tambah sektor pertanian, kesempatan kerja, mutu dan ekspor produk pangan dan hasil pertanian olahan.
Demikian disampaikan Prof Dr Ir Sutardi MApp Sc saat mengucap pidato pengukuhan sebagai Guru Besar pada Fakultas Teknologi Pertanian UGM, hari Selasa, (24/4), di ruang Balai Senat UGM. Dirinya menyampaikan orasi berjudul “Pembangunan Agroindustri Hilir Hasil Pertanian Dalam Perspektif Usaha Mikro, Kecil, dan Menengahâ€.
“Secara menyeluruh, ini merupakan wujud transformasi struktur ekonomi Indonesia, yaitu dari on-farm agribusiness menuju off-farm agribusiness,†ungkap pria kelahiran Wonogiri 3 Nopember 1948 ini.
Kata Prof Sutardi, percepatan dan penerapan inovasi teknologi khususnya kemajuan “bioteknologiâ€, dengan contoh teknologi modern rekayasa genetik dibidang pertanian, seperti Genetically Modified Organism (GMO), Living Modified Organism (LMO), Genetically Modified Crops (GMC) dan Genetically Engineered Crops (GEC), telah mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat dunia. Pro dan kontra, baik yang terjadi di negara dimana bioteknologi dikembangkan maupun di negara-negara pengguna produk bioteknologi. Bahwa tujuan utama pengembangan bioteknologi pertanian adalah untuk mengatasi kelangkaan pangan bagi penduduk dunia yang begitu cepat pertumbuhannya.
Pertumbuhan yang cepat, menurut Prof Sutardi, dikhawatirkan tidak dapat diimbangi daya dukung produk pangan. Sementara, di sisi lain dengan penerapan bioteknologi pertanian akan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat, karena produk pertanian transgenik belum diyakini aman.
“Sebagai contoh, di masyarakat kita yang tidak berkeinginan minum susu sapi , karena dengan alasan harga yang relatif mahal sehingga tidak terjangkau. Namun berbeda dengan masyarakat Florida, AS. Mereka enggan minum susu karena takut terkena kanker. Sebab menurut mereka susu sapi yang dihasilkan dari ternak sapi hasil rekayasa genetik ternyata terkontaminasi ‘nanah’ dan mengandung berbagai hormon lain yang diduga menyebabkan kanker. Inilah salah satu ilustrasi, bahwa betapapun hebatnya kemajuan bioteknologi ternyata dapat memicu dampak negatif yang mengerikan bagi kehidupan manusia,†tukas suami Sri Haryadiningsih SPd, ayah tiga putra ini. (Humas UGM)