Desa Pitu, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, memiliki kekayaan alam dan lahan produktif yang melimpah. Kondisi tersebut menjadikan Desa Pitu memiliki potensi yang besar di sektor pertanian. Namun, potensi yang dimiliki Desa Pitu belum mampu dikelola secara optimal. Proses penambahan nilai dari hasil pertanian menjadi produk bernilai jual lebih belum diterapkan masyarakat Desa Pitu.
Menanggapi persoalan tersebut, Tim KKN-PPM UGM Unit JTM03 Desa Pitu memelopori pelatihan pengolahan pangan kepada masyarakat di salah satu dusun, yakni Dusun Gunung Rambut. Dusun ini berlokasi di tengah hutan jati dengan masyarakat yang bermata pencarian petani jagung dan ketela.
Bermukim di wilayah yang cukup terisolasi, dengan akses jalan yang kurang memadai, membuat masyarakat Gunung Rambut mengalami berbagai kendala dalam mengembangkan aktivitas perekonomian. Masyarakat di sana hanya mengandalkan penjualan hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Masyarakat Gunung Rambut belum mencoba alternatif lain yang dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas pertanian yang mereka hasilkan.
Suci Fauziyah Hilmi (Teknik Industri 2014) dan Aulia Fasya Baehaqi (Teknologi Industri Pertanian 2014) menginisiasi pengolahan ketela dan jagung menjadi panganan ringan yang dapat meningkatkan nilai jual. Tim KKN-PPM UGM Unit JTM03 Desa Pitu bersama Dosen Pembimbing Lapangan, Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D., sukses menghasilkan olahan utama dari komoditas jagung dan ketela, yaitu ceriping (keripik) dan warning (marning). Cara pengolahannya sangat sederhana. Ceriping telo sendiri diolah dengan mengambil ketela asli dari lahan tani masyarakat Gunung Rambut yang masih segar dan berisi padat. Sejak pengambilan bahan baku hingga proses produksi selalu melibatkan warga Gunung Rambut, terutama ibu-ibu PKK yang menjadi target pemberdayaan pengolahan produk ceriping dan warning.
Arif Rohman Mu’tasim, mahasiswa Jurusan Manajemen 2014, telah mengupayakan jalur pemasaran dan percobaan distribusi hasil olahan tersebut agar dapat memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat Gunung Rambut. Memberikan trade mark “Mak Rambe” dan brand tradisional, untuk menunjukkan bahwa produk Ceriping Telo dan Warning Mak Rambe diolah dengan cara alami, berbahan baku langsung dari alam, serta dengan resep asli nenek moyang.
“Selain menawarkan keaslian olahan, Ceriping Telo dan Warning Mak Rambe juga memberikan value added dengan mengangkat kearifan lokal seperti budaya, kebiasaan, serta kekayaan geografis yang masih segar untuk dinikmati,”katanya, Rabu (2/8).
Sementara itu, menurut Dian Nur Isroin dari Budidaya Pertanian 2014, menambahkan bahwa kemasan produk ceriping dan Mak Rambe menjadi tiga macam, yakni kemasan oleh-oleh, kemasan keluarga, dan kemasan ecer. Varian kemasan yang beragam ditujukan agar semua kalangan konsumen dapat merasakan kerenyahan ceriping telo dan warning Mak Rambe.
Alasan mengapa hal-hal tersebut diangkat adalah karena pemberdayaan masyarakat melalui pengolahan panganan ini tidak hanya untuk menghasilkan produk tertentu, tapi juga untuk mengangkat kualitas hidup masyarakat Gunung Rambut. Selain itu, untuk menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa Desa Pitu, dan Dusun Gunung Rambut memiliki beragam potensi serta kekentalan budaya yang patut untuk ditata dan dikembangkan. (Humas UGM/Catur)