Laela Yustika merasa bersyukur selepas lulus SMA 1 Selong, Lombok Timur bisa kuliah. Rasa bersyukurnya pun semakin bertambah manakala dirinya diterima menjadi mahasiswa baru di Departemen Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada. Sebuah impian dan cita-cita yang ia inginkan semenjak kecil.
Diterima kuliah di UGM, kata Laela, masih terasa sebagai mimpi. Terkadang ia pun menangis seolah-olah tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ingatannya selalu tertuju pada mendiang sang ayah, Muhammad Syukur, sosok pribadi yang selalu mendorongnya untuk giat belajar dan belajar.
“Lega saya, sudah bisa penuhi janji. Sebelum ayah meninggal saya pernah berjanji untuk terus kuliah dan kalau bisa di UGM,” ucap Laela terisak saat ditemui di rumahnya, di Dusun Gerami, Desa Gelora, Kecamatan Lombok Timur.
Ditinggal sang ayah, Muhammad Syukur akibat kecelakaan di awal-awal duduk di bangku SMA 1 Selong, sungguh menjadi pukulan berat bagi Laela. Tidak hanya secara ekonomi, namun ia sempat kehilangan semangat karena bagaimanapun ayahnya adalah orang terdekat yang mau mengerti akan keinginannya.
Seperti saat ia memutuskan melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Selong setamat dari SMP negeri 1 Sikur, Laela sempat mendapat tentangan dari saudara dan kerabat-kerabatnya. Hanya sang ayah yang secara diam-diam memberi dukungan.
“Memang jauh dari rumah, tapi saya ingin di SMA itu karena bagus. Mungkin karena saya perempuan, kenapa harus sekolah jauh-jauh,” ungkap Laela.
Karena jarak yang jauh, ia pun kemudian kos di dekat SMA Negeri 1 Selong, Lombok Timur. Di tempat kos ia memanfaatkan waktu untuk belajar. Ia ingin membuktikan bahwa keputusannya memilih sekolah yang jauh dari rumah tidak salah.
Bermodal semangat itulah, nilai rapor Laela saat duduk di bangku SMA Negeri 1 Selong, dari kelas X hingga XII selalu di atas rata-rata. Dengan modal nilai seperti itu, ia pun pada akhirnya lolos SNMPTN dan diterima di UGM dengan beasiswa bidik misi.
“Saya di kos ya hanya belajar dan belajar. Sampai-sampai terkadang saya tidak mempedulikan jam tidur,” ucapnya.
Meski banyak belajar, Laela mengaku sesungguhnya tidak memiliki ritme belajar tetap. Kebiasaannya, sepulang sekolah kemudian istirahat 30 menit dan dilanjutkan dengan belajar.
Di waktu sore, ia pun memanfaatkan waktu Maghrib sampai Isya untuk sembahyang dan mengaji di kamar kosnya. Setelah itu, ia makan dan belajar lagi sampai tiba rasa kantuk. Di tengah malam, Laela terbiasa bangun untu Sholat Tahajud.
“Seperti mimpi, kalau saya rasakan bisa lolos SNMPTN dan bisa kuliah, ya karena 80 persen berdoa dan 20 persen nilai rapor,” katanya sambil tersenyum.
Meski sudah diterima di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik UGM, Laela Yustika, dara kelahiran Sepolong, Lombok, 2 Agustus 1999 ini tidak secara jelas menyebut cita-citanya. Ia hanya pernah membayangkan suatu ketika bisa duduk di sebuah laboratorium, memegang tabung reaksi dan melihat percampuran antar senyawa kimia.
“Kebetulan saya itu suka Fisika dan Kimia. Nah, untuk yang dua ini walaupun harus jungkir balik saya rela mempelajari dan gara-gara Teknik Kimia ini juga, saya pun rela jungkir balik untuk belajar bahasa Inggris, meski awalnya tidak begitu suka,” kata Laela.
Seminggu sekali, Laela pulang ke rumah di Dusun Gerami, Desa Gelora, Kecamatan Lombok Timur untuk melepas rindu dengan Sukartini, ibunya dan Ahmad Amri, adiknya. Bersama ibu dan adik, hidup Laela banyak berubah sepeninggal sang ayah.
Laela pun kemudian sering menunda untuk membeli berbagai keperluan. Apalagi sang ibu, Sukartini hanya bekerja sebagai petani cabe. Itu pun hanya mengelola tanah milik sang kakek yang tidak seberapa luas.
Maka, tidak mengherankan jika setiap kali kembali ke kos Laela hanya diberi uang 100 ribu untuk hidup. Akhirnya, ia pun sering menjalani puasa Senin dan Kamis.
” Setelah bapak meninggal, mau minta apa-apa harus mikir dulu. Untung kalau di Selong harga-harga masih murah,” kata Laela.
Laela merasa beruntung dirinya menyukai buku-buku bacaan motivator. Dari buku-buku semacam itu, ia banyak belajar dari banyak pengalaman keberhasilan seseorang. Seperti buku-buku karya Merry Riana.
“Dari bacaan-bacaan, ada dari mereka lebih rendah dari saya, lebih buruk kondisinya, tapi kemauan merubah dirinya itu yang membuat saya semangat. Mereka saja bisa maka saya juga harus bisa. Mereka lebih sulit dalam hidupnya saja bisa, saya juga harus bisa. Saya pun ingin sukses seperti mereka,” ucap Laela Yustika. (Humas UGM/ Agung)