Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM bekerjasama dengan Sekolah Pascasarjana UGM menggelar seminar setengah hari bertema Pembangunan Kawasan Terpadu: Ide Yang Termarginalkan Dalam Realitas. Seminar dalam rangka Ulang tahun ke -34 PSPK UGM ini, dihadiri sejumlah pembicara, antara lain Prof Dr Mochtar Masoed, Prof Dr Gunawan Sumodiningrat, Dr Mochammad Masoem, Prof Dr Nasikun, Dr Daryono dan lain-lain.
Dikatakan Prof Dr Irwan Abdullah, Pembangunan Kawasan Terpadu: Ide Yang Termarginalkan Dalam Realitas, menunjukkan bahwa orientasi pembangunan wilayah Indonesia selama ini lebih banyak berbicara tentang regional development. Bahwa Pembangunan Kawasan Terpadu bukan sebagai area studies.
“Namun, yang ingin kita kembangkan dan bicarakan hari ini adalah concern kita terhadap social development atau sering disebut human development itu sendiri. Karena, pada saat kita berbicara pembangunan kawasan terpadu, sesungguhnya mensyaratkan perubahan salah satu paradigma dalam melihat pembangunan itu sendiri,†ungkap Prof Irwan Direktur Sekolah Pascasarjana UGM, di Balai Pertemuan (UC) UGM, Senin, (30/4) saat membuka seminar.
Pembangunan Kawasan Terpadu, kata Irwan, mensyaratkan perubahan cara pandang dalam melihat proses pembangunan. “Bahwa proses pembangunan tidak saja dari atas, tapi justru kita mencoba mengidentifikasi kekuatan-kekuatan potensi yang ada pada tingkat lokal. Mungkin kita sangat familiar dengan istilah local genius dan local wisdom, yang perlu kita generik sebagai salah satu sumber untuk penataan masyarakat lebih baik,†tandas Guru Besar FIB UGM ini.
Sementara Kepala PSPK UGM Dr Susetiawan SU mengungkapkan, isu Pembangunan Kawasan Terpadu, sesungguhnya merupakan isu lama. Bahwa isu tersebut, dalam realitas kini termajinalisasikan.
“Artinya kita banyak bicara tentang pembangunan kawasan terpadu, tapi realitasnya cerminan pembangunan masih sangat sektoral dan parsial,†ujarnya.
Pembicara lain, Prof Dr Gunawan Sumodiningrat mengatakan, pembangunan yang sebenarnya adalah pembangunan manusianya. Bahwa manusia harus bisa memenuhi kebutuhannya masing-masing.
“Jadi reorientasi pembangunannya adalah pada manusianya. Manusianya dibangun supaya sadar, mensyukuri rahmat Allah,†kata Dirjen Pemberdayaan Sosial Depsos RI.
Pembangunan manusia seperti apa? Kata Prof Gunawan, pembangunan yang dimulai dari charity bergerak menjadi empowerment. “Dari bantuan menuju pada pemberdayaan. Kesalahan kami di Depsos adalah charitynya lebih banyak daripada empowermentnya. Jadi kalau dulu memberi dengan tangan kiri, jangan sampai kelihatan tangan kanan. Namun, kini memberi dengan tangan kiri, tangan kanan harus tahu. Jadi kalau ada charity harus ada empowerment. Setiap charity harus jadi empowerment. Dan empowerment bisa dimulai dari charity,“ tandas Prof Gunawan.
Selain itu, menurutnya, harus ada aliansi, gotong royong, setia kawan. Tidak bias orang hidup tanpa setia kawan. Aliansi dari kemitraan sendiri, eksternal dan aliansi global.
“Pembangunan harus pula ada implementasi. Bahwa pembangunan harus menciptakan employment, income gross, yaitu kesempatan kerja, pendapatan dan pertumbuhan. Pertumbuhan tersebut diawali dari tabungan. Kita selalu salah, karena pembangunan selalu diartikan sebagai investasi, dan investasi selalu yang ditanyakan dari luar negeri, bukan dari dalam negeri,†tukasnya (Humas UGM).