Selama ini masalah peradaban kurang menjadi perhatian, sampai saatnya kita terbentur dan merasakan bahwa ada sesuatu yang sedang mengancam. Sekarang ini sedang terjadi ancaman disintegrasi nilai-nilai dasar yang menjadi tumpuan peradaban bangsa. Kita patut risau karena disintegrasi peradaban pada dasarnya adalah awal perjalanan menuju disintegrasi bangsa itu sendiri. Tanpa peradaban, tidak akan ada sebuah bangsa.
Demikian pernyataan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam sambutan pembukaan sarasehan peringatan Hari Pendidikan Nasional (30/4) di Balai senat UGM. Menurut Sultan, dunia pendidikan telah memberikan porsi yang besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap, nilai dan prilaku dalam proses pembelajarannya. Dunia pendidikan terasa meremehkan mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa. Padahal pendidikan adalah sebuah proses “nggulawentah†(mendidik) dalam berkiprah pada aspek pembelajaran dan peradaban.
Kata Sri Sultan, peradaban harus didesain dengan kesadaran rencana, kebersamaan dan komitmen yang didasarkan atas nilai-nilai kehidupan yang bernas. “Melalui pendidikanlah, kita dapat berharap terwujudnya aspirasi kemerdekaan bangsa ini; mencerdaskan kehidupan bangsa. Kehidupan yang cerdas inilah yang patut menjadi dasar sebuah peradaban yang kokoh dan sehat,†ujarnya.
Tambah sultan, jika semula banyak orang mempercayai bahwa krisis yang dialami tidak lain dari krisis moneter, segera kita yakinkan bahwa yang kita alami ternyata krisis peradaban. Ketika bangsa-bangsa di dunia berkemas untuk memasuki masa depan, kita justru terjerat dalam pertikaian yang merupakan warisan sejarah masa lalu. Ketika bangsa-bangsa lain mendidik generasi muda bersiap menghadapi persaingan global, pendidikan kita mengajarkan “ilmu itu itu†juga, yang relevansinya diragukan.
Karenanya, Pancasila sebagai ideologi tebuka yang memungkinkan tumbuhnya nilai-nilai baru, harus terus menerus disegarkan dan dihidupkan, agar pancasila tetap mampu menjadi a living ideology dalam menjawab tantangan masa depan.
“Dengan landasan pancasila itu, maka pendidikan bangsa memperoleh landasan spiritual, moral dan etik, yang bersumber pada kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga sistem pendidikan mampu memberikan peradaban yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila,†jelasnya.
Sementara Prof Agus Dwiyanto, mengungkapkan bahwa selama ini filsafat barat telah menjadi acuan pendidikan ilmu pengetahuan yang dikembangkan di Indonesia, sebaliknya pancasila bukan menjadi salah satu referensi dalam mengembangkan teori-teori. Tegas Agus, sudah saatnya pancasila menjadi filsafat dan sumber keilmuan bagi pendidikan di Indonesia.
Sedangkan Dr Baedhowi dari staf ahli mendiknas, lebih menyoroti kurikulum dan media pembelajaran sebagai aspek penting dalam pendidikan. Ia menyarankan bahwa program Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan sekaligus mengubah paradigma pola pikir dan karakteristik serta identitas bangsa. (Humas UGM)