Fakultas Filsafat UGM tahun ini memperingati Dies Natalis yang ke-50 atau Lustrum X. Dalam kiprahnya selama 50 tahun, fakultas yang didirikan pada tanggal 18 Agustus 1967 terus bergerak secara progresig untuk memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa Indonesia.
“Pada usianya yang ke-50 ini kita berharap sudah banyak sumbangsih yang diberikan terutama dalam bidang pendidikan filsafat, dan menjadikan Fakultas Filsafat semakin matang dalam memberikan kontribusi terbaiknya untuk bangsa dan negara,” ujar Dekan Fakultas Filsafat Dr. Arqom Kuswanjono saat memberikan laporan dalam acara puncak Dies Natalis, Jumat (18/8).
Dalam kesempatan ini, Arqom memaparkan laporan kegiatan fakultas di sepanjang periode Tahun Ajaran 2016-2017, baik dalam pendidikan, penelitian, pengabdian, kemahasiswaan, kerjasama, dan bidang-bidang lainnya. Ia juga menyebutkan berbagai prestasi yang dicapai baik oleh mahasiswa maupun dosen, yang telah memperolah pengakuan baik di tingkat nasional maupun internasional.
Selain laporan dekan, pada acara ini turut dipaparkan pidato ilmiah oleh Dr. Rr. Siti Murtiningsih dengan tema Memaknai Bhinneka Tunggal Ika: Peran Filsafat dalam Pendidikan Multikulturalisme.
“Perkembangan Indonesia sekarang, tidak bisa lagi ditawar, membutuhkan apa yang disebut pendidikan multikulturalisme. Pancasila dapat menjadi basis pengakuan dalam masyarakat multikultural agar setiap pribadi, kelompok, pandangan hidup, dan agama dapat mewujudkan dirinya secara otentik tanpa harus membahayakan yang lain,” paparnya.
Siti mengutip data Setara Institute yang menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2016 terjadi 208 peristiwa intoleransi dengan 270 bentuk aksi yang dilaksanakan beragam pelaku. Intoleransi yang berbasis keagamaan, ujarnya, tidak selalu bisa dilihat sebagai persoalan internal keumatan.
“Manakala dia juga berada dalam arus yang menggugat Pancasila, tentu saja menjadi persoalan yang melibatkan kepentingan yang lebih besar,” imbuhnya.
Karena itu, menurutnya, identitas pribadi warganegara yang bersumber dari budaya kenegaraan Indonesia yang multikultural perlu dikembangkan melalui pendidikan kewarganegaraan dalam berbagai bentuknya. Pengembangan dimensi civic virtue atau kerelaan dari warga negara untuk mengesampingkan kepentingan pribadi demi kebaikan bersama menjadi dasar bagi partisipasi sipil yang memang menjadi tujuan akhir dari pendidikan tersebut.
“Dengan pendidikan multikulturalisme, diharapkan akan tumbuh penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia, dari mana pun ia datangnya,” kata Siti.
Rangkaian kegiatan Lustrum Fakultas Filsafat ini telah dimulai sejak bulan Mei silam dengan berbagai kegiatan akademik seperti seminar nasional filsafat wayang serta seminar internasional filsafat, ilmu, dan agama. Usai acara puncak ini, perayaan Lustrum masih akan dilanjutkan dengan beberapa agenda seperti bedah buku Filsafat Wayang Sistematis serta pertunjukan wayang yang menghadirkan budayawan Sujiwo Tedjo pada hari yang sama. (Humas UGM/Gloria)