Saat ini berbagai literatur masih memperdebatkan ketidakjelasan definisi dan pengertian profesi dan profesional di dalam organisasi birokrasi. Bagi dosen PNS, yang menjadi pertanyaan adalah: apakah label “profesional†tepat melekat pada pekerjaannya sebagai dosen? Atau kepada statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)?
Demikian pertanyaan Guspika SE MBA saat mengawali uraiannya pada ujian terbuka program doktor di Sekolah Pascasarjana UGM, Senin, (7/5). Dirinya mempertahankan desertasi “Perilaku Profesional Dosen Pegawai Negeri Sipil Indonesia†dengan bertindak selaku promotor Dr Sugiyanto dan ko-promotor Dr Fathul Himam M Psi MA.
Tingginya tuntutan masyarakat terhadap profesionalitas dosen saat ini, kata Guspika, lebih ditujukan kepada dosen berstatus PNS dan sering diasosiasikan dengan citra negatif serta rendahnya kinerja sebagian besar PNS lainnya. “Sementara profesi dosen PNS merupakan birokrasi pelayanan terdepan (street level bureaucracy), karena pekerjaannya berinteraksi langsung dengan masyarakat,†ujarnya mengutip pendapat Lipsky (1980).
Studi pustaka penelitian memberikan suatu kerangka teoritis, bahwa perilaku seseorang selalu dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional. Bahkan hasil penelitian sebelumnya mengungkap data-data yang mencerminkan kelemahan personal, seperti kemampuan mengajar lemah, pengalaman meneliti kurang memadai dan produktivitas rendah.
“Mengutip pendapat Sunuharyo (1995), rendahnya produktivitas dosen bukan hanya masalah personal, tapi juga tergantung faktor situasional, misalnya kurangnya dukungan kebijakan pimpinan, ketersediaan dana dan fasilitas yang dimiliki organisasi PT-nya,†jelas pria kelahiran Bandung 18 Agustus 1962 ini.
Dari penelitian perilaku profesional dosen PNS di PTN BHMN, PTN Non BHMN dan PTS, Guspika berkesimpulan jika dosen PNS di Indonesia masih berorientasi kepada kemapanan status dan kejelasan karier, serta menggantungkan diri kepada program studi, jurusan atau fakultas sebagai organisasi yang bertanggung jawab atas perkembangan kariernya. Selain itu, tuntutan peningkatan profesionalitas dosen ditanggapi sebaliknya, yaitu bahwa yang terlebih dulu harus ditingkatkan adalah aspek organisasi PT-nya, bukan hanya dosen semata. Hal ini merupakan “social concensus†yang terjadi diantaranya para dosen.
“Bahwa perilaku profesional yang telah didemonstrasikan lebih dipengaruhi oleh minat dan tanggung jawab moral yang tercermin dari tingginya komitmen pekerjaan, dan secara signifikan berpengaruh terhadap perilaku profesional,†tandas Perencana Madya di Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan (Pusbindiklatren) Jakarta.
Dari 1020 kuesioner yang disebarkan kepada 640 responden di PTN (62,75%) dan 380 di PTS (37,25%) di 17 PT di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi, maka sampai batas akhir pengumpulan hanya 326 yang terisi lengkap (return-rate = 32%).
“Hanya 9,57% responden yang telah menunjukkan perilaku profsional dan mencapai tahap engage in moral behaviour. Mereka memiliki cirri-ciri dosen dengan jabatan akademis lebih tinggi, bertipe kosmopolitan, tingkat pendidikan lebih tinggi, lulusan luar negeri dan masa kerja lebih lama,†tukas Kepala Bidang Bina Program Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Bappenas Maret 2001 – Juni 2002, yang dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan, sekaligus meraih gelar doktor Bidang Ilmu Psikologi UGM. (Humas UGM).