Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., mengajak tokoh agama, budayawan dan akademisi untuk menemukan metode efektif dalam penyebaran nilai-nilai Pancasila dan semangat kebangsaaan serta menggali ulang pondasi teologis, filosofis, historis, politis dan pondasi yuridis tentang Pancasila di tengah era generasi melenium. “Mayoritas penduduk kita adalah anak muda, kita harus menemukan metode yang efektif di era milenium, berbeda dengan cara-cara sebelumnya,”kata Pratikno sebagai pembicara kunci dalam Dialog yang bertajuk Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa: Tinjauan Lintas Agama, Sabtu (19/8) di ruang Balai Senat UGM.
Menanamkan nilai-nilai Pancasila, menurutnya, tidak cukup hanya lewat pendidikan, kursus, dan media massa dikarenakan jumlah informasi yang masuk ke generasi muda cukup masif di era dunia digital. “Jumlah informasi lebih banyak dibanding dengan kapasitas kognitif manusia,” tegasnya.
Pengenalan nilai-nilai Pancasila yang dilakukan oleh pendidik dan tokoh agama harus berorientasi pada selera anak muda. Oleh karena itu, perlu dicari metode yang efektif. “Kita harus bisa memproduksi konten yang positif dengan metode yang lebih baik, saya pikir perlu ditopang oleh anak-anak muda yang berkiprah di industri kreatif, ”katanya.
Generasi milenium sekarang ini, dikatakan Menteri, merupakan generasi yang tidak menyukai informasi yang berupa teks panjang namun sebaliknya menyukai informasi berupa kalimat pendek, gambar dan video. “Mereka generasi tweet, generasi yang menyukai gambar dan video, bukan generasi teks,”paparnya.
Mensesneg menekankan jangan sampai informasi yang diterima oleh anak muda berisi hal-hal yang bersifat negatif dan menjurus radikal serta mengancam keragaman. Oleh karena itu, perlu disebarluaskan informasi yang bersifat positif dan membangun semangat kebangsaan. Akademisi dan tokoh agama, menurutnya, mampu mengambil peran ke arah itu. “Kita harus berorientasi pada selera mahasiswa dan selera anak muda,” tuturnya.
Mensesneg menyampaikan pengguna internet terbesar di Indonesia sekarang ini mayoritas berusia 10 sampai 34 tahun. Pengguna internet yang berusia di atas 55 tahun hanya 2 persen. Di kalangan mahasiswa, penggguna internet mencapai 89,7 persen, di kalangan kelompok pelajar mencapai 69,8 persen dan di kalangan kelompok pekerja mencapai 58,4 persen.
Pengasuh pondok pesantren Nurul Ummahat, Kotagede Yogyakarta, Abdul Muhaimin, mengatakan upaya bangsa Indonesia menumbuhkan semangat kebangsaan dan kokohnya jiwa keagamaan dihadapkan pada tiga persoalan, yakni nasionalisme, religiusitas dan etnisitas, “Saat ini tiga elemen itu selalu dibenturkan satu sama lain,”ujarnya,
Menurutnya, diperlukan revitalisasi Pancasila di era global sekarang ini. Ia menambahkan, hubungan agama dan Pancasila sudah tuntas karena dasar negara Pancasila dan agama Islam adalah dua hal yang dapat sejalan dan saling menunjang. Keduanya tidak bertentangan dan tidak boleh dipertentangkan. “Keduanya tidak harus dipilih salah satu karena tidak ada satu pun sila dalam Pancasila yang bertentangan dengan Islam,” katanya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, menurut Pendeta Kristen Protestan, Wahyu Nugroho, sejalan dengan nilai-nilai Kristus yang menjadi panggilan Gereja. Pancasila, kata Wahyu, merupakan kesadaran mendasar dari para pendiri bangsa bahwa Indonesia bukanlah negara Agama sekaligus penegasan tentang karakter kemajemukan yang menjadi karakter bangsa yang harus dilindungi di dalam naungan Pancasila. “Sebagai nilai-nilai dasar bangsa Indonesia, sudah seharusnya Pancasila dihidupi oleh siapa saja yang mengaku dirinya warga Indonesia,” ungkapnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson;foto: Firsto)