
Berbagai kegiatan diselenggarakan Fakultas Filsafat UGM untuk memperingati Dies Natalis ke-50 sekaligus Lustrum ke-5. Salah satu agenda dari peringatan itu yakni acara bedah buku “Filsafat Wayang Sistematis” karya Dr. Sri Teddy Rusdy, dkk. Bersama Senawangi, menghadirkan Dr. Mudji Sutrisno (Budayawan dan Pengajar di STF Driyarkara) dan Dr. Irvianto Budi S, M.Arch sebagai pendedah buku dengan moderator Dr. Sindung Tjahyadi. Kegiatan yang terbuka untuk umum tersebut dilaksanakan pada (18/8) di Ruang Persatuan, Gedung Notoneogoro, Fakultas Filsafat UGM.
Mudji memulai pembedahan buku dengan menjelaskan bahwa segala kesenian dan local wisdom yang ada di nusantara ini bersumber dari kehidupan itu sendiri. Dari sumber itu mereka melakukannya setiap hari juga dihayati. Sehingga menurut Mudji, untuk mengkritiknya diperlukan pisau analisis live in. “Dengan menggunakan pisau analisis live in kita dituntut untuk mencatat dan mendeskripsikan kita akan masuk kesana,” jelas Mudji.
Mudji menjelaskan bahwa wayang memiliki tiga falsafah jawa. Falsafaf pertama adalah pandangan asal mula manusia dalam siklus jagat atau sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan akhir hidup). Melalui wayang, orang belajar mencari tuntunan hidupnya. Falsafah kedua memuat acuan laku dan tindakan bijaksana dalam kontrasnya dengan laku jahat yang ditradisikan pada ajaran hidup dari perilakunya sendiri (ngunduh wohing pakarti). Falsafah ketiga adalah jalan hening perjalanan menziarahi kebahagiaan hidup yang dikenyam, dihayati batiniah bila manusia sebagai hamba menyatu dengan penciptanya sebagai manungaling kawula gusti. Mudji menambahkan ketika kita mengetahui epistemologinya, maka implikasi filsafat wayang masuk dalam manusia religius, bagaimana pendidikan budi pekerti dan watak-watak dari wayang itu sendiri.
Menurut Mudji, dengan buku “Filsafat Wayang Sistematis” ini akhirnya muncul sebuah teori atau sistematisasi falsafah. Ia menambahkan, jika sebuah falsafah telah disistematisasi logis, raisonal, ditulis sehingga make sense dan dapat dikomunikasikan maka itu akan menjadi sistematis. “Kita patut berbahagia di peringatan Dies Natalis ke-50 dan Lustrum ke-5 Fakultas Filsafat dengan diterbitkannya buku “Filsafat Wayang Sistematis” ini,” ujar Mudji. Diterbitkannya buku ini, menurut Mudji menjadi gerakan sentripetal, masuk ke dalam intinya yaitu laboratorium local wisdom, dalam hal ini wayang.Tetapi Mudji juga menjelaskan harus diikuto gerakan sentrifugal, sehingga diketahui batas-batas yang jelas antara tangible dan intangible.