DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) merupakan materi penting dalam membantu penyelidikan aparat penegak hukum. Tes atau uji DNA terbukti sangat membantu dalam mengungkap berbagai kasus kriminal atau tindak pidana, identifikasi korban kecelakaan atau bencana alam, dan penentuan hubungan kekerabatan anak-orang tua.
“Dari tes DNA ini bisa mengungkap banyak kasus kriminal, seperti pembunuhan, perkosaan dan penelusuran anak kandung. Bahkan, hampir 40% kasus di Lab DNA terkait penelusuran informasi anak kandung atau bukan,” kata Kepala Laboratorium DNA Pusdokkes Mabes Polri, Kombes. Pol. Putut Tjahjo Widodo DFM., M.Si., di Fakultas Biologi UGM, Senin (4/9).
Dalam kesempatan tersebut, Putut hadir di Fakultas Biologi untuk mengisi kuliah perdana program pascasarjana. Putut menyampaikan materi bertajuk DNA Forensik.
Putut menjelaskan pemeriksaan DNA penting dilakukan dalam pengungkapan berbagai kasus kriminal maupun kecelakaan karena dapat membantu identifikasi korban yang tidak dapat ditangkap dengan identifikasi secara visual. Misalnya, pada korban kebakaran yang akan sulit dilakukan identifikasi secara visual.
“Identifikasi secara visual sulit dilakukan kecuali kasusnya masih baru, tetapi untuk korban kebakaran juga akan sulit,” terangnya.
Uji DNA tidak hanya dilakukan untuk mengungkap kasus kriminal maupun DVI saja. Namun, juga dilakukan untuk penyelesaian berbagai kasus perdata dan juga untuk kepentingan penelitian dan pengembangan. Uji DNA bisa dilakukan dengan menggunakan DNA inti, x kromosom, y kromosom, serta mitokondria.
“Sampelnya pun beragam yang berkaitan dengan sel, seperti darah, ludah, urine, gigi, rambut dan lainnya,”tutur alumnus Fakultas Biologi UGM ini.
Putut mencontohkan untuk mengungkap kasus pemerkosaan uji DNA dilakukan dengan meneliti sel DNA yang tertinggal dalam tubuh korban, seperti sperma, keringat maupun air liur. Dari berbagai sampel yang ditemukan dalam tubuh korban tersebut dapat digunakan untuk melacak pelaku pemerkosaan.
Meskipun uji DNA terbuki secara efektif membantu pengungkapan kasus oleh aparat kepolisian, namun metode ini pun memiliki kerentanan tersendiri. DNA dapat mengalami kerusakan akibat adanya kontaminasi, pembusukan dan degradasi. Kontaminasi DNA bisa terjadi antara lain akibat masuknya DNA asing kesalahan petugas yang tidak steril maupun meninggalkan sampah. Oleh karena itu, untuk mencegah kontaminasi di TKP perlu penggunaan sarung tangan, masker maupun penutup kepala, demikian pula saat pengujian DNA.
“Degradasi sendiri disebabkan endoenzim, mikroorganisme, organisme, lingkungan dan kimiawi. Proses ini bisa dihentikan dengan pengeringan, pendinginan, dan pengawetan,” jelasnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Biologi UGM, Budi S Daryono M.Agr.Sc., Ph.D., menyampaikan kegiatan ini ditujukan untuk memperkenalkan kajian biologi forensik sebagai bagian studi biologi kepada para mahasiswa. llmu biologi forensik ini memiliki peran penting dalam membantu penyelesaian berbagai kasus di msayarakat
“Harapannya kuliah umum ini bisa memberikan gambaran terkait peran biologi dalam menyelesaikan berbagai persoalan di masyarakat terutama dalam membantu kajian forensik,” katanya. (Humas UGM/Ika).