Saat ini petani kian marak menggunakan pupuk kimia untuk memenuhi kebutuhan pupuk sebagai salah satu komponen utama dalam budidaya tanamam. Tidak terkecuali masyarakat desa di sekitar hutan di Dusun Watugudel, Kecamatan Pitu, Ngawi. Padahal, penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus dan berlebihan akan berdampak pada kesehatan lingkungan, terutama tanah. Unsur biologi tanah menjadi berkurang karena pencemaran pupuk kimia. Akibatnya kesuburan tanah menurun. Petani Watugudel yang tergabung dalam Kelompok Tani Karya Tani pernah menerima subsidi pupuk kimia (NPK) dari Dinas Pertanian, begitu pula dengan pupuk organik. Kini, pembelian pupuk kimia harus disertai pupuk organik. Namun demikian, pupuk organik yang diberikan belum dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia sehingga mau tidak mau pupuk organik tetap didapatkan, walaupun pada akhirnya tidak digunakan.
Mengatasi persoalan ketergantungan petani terhadap pupuk kimia, KKN PPM UGM Sub Unit Watugudel beberapa waktu lalu berinisiatif mengenalkan Pupuk Organik Cair (POC) sebagai alternatif dari penggunaan pupuk kimia. Atika Ayu Ratnaningsih, mahasiswa Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian UGM memimpin terobosan ini dengan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Atus Syahbudin, Ph.D.
POC berguna untuk mengurangi limbah organik yang tidak termanfaatkan, seperti limbah sayur dari dapur. Sejatinya, pupuk organik walaupun dibuang begitu saja tetap akan terurai dan terdekomposisi menjadi pupuk yang bermanfaat menambah unsur hara di tanah. Akan tetapi dengan menampung limbah-limbah tersebut menjadi pupuk organik cair sebagai input untuk tanaman dapat lembih terkendali. Hal itu dikarenakan aplikasi POC juga menggunakan takaran dan dapat dapat disimpan.
Atika menjelaskan pembuatan POC mememerlukan wadah berupa tong yang telah dilubangi pada kanan dan kirinya. Limbah organik semisal limbah buah dan sayur menjadi bahan utamanya. Proses penguraian POC menggunakan agen pengurai berupa lalat hitam (Hermetia illucens). “Adapun cara pembuatannya tergolong mudah, limbah buah dan sayur tinggal dimasukkan ke dalam tong, lalu tong ditutup dan secara otomatis lalat hitam akan masuk ke dalam tong mengurai limbah tersebut hingga akhirnya menjadi produk POC,” jelas Atika, Rabu (6/9).
Pengenalan dan pembuatan POC dilaksanakan pada saat kumpulan kelompok tani. Proses yang dilakukan bersama kelompok tani berupa monitoring seminggu sekali untuk mengamati perkembangan dari pembuatan POC tersebut. Kegiatan monitoring dilakukan untuk mencermati kedatangan serangga pengurai (lalat hitam), perubahan limbah, sampai limbah terurai. Hinggga minggu kelima, POC sudah dapat dipanen oleh tim KKN UGM bersama warga untuk dimasukkan ke dalam botol. Kegiatan ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi Kelompok Tani Karya Tani dan juga masyarakat Watugudel pada umumnya. (Humas UGM/Satria)