
Melihat data dari SDKI dan data dari Unicef tercatat masih banyak terjadi usia pernikahan remaja. Data SDKI menyebut 12,8 persen atau wanita usia 15 – 19 tahun sudah berstatus kawin, sementara data Unicef memperlihatkan lebih dari 1/6 anak perempuan menikah sebelum usia dewasa (<18 tahun).
Data ini tentu cukup krusial. Oleh karena itu, BKKBN mencoba meningkatkan usia pernikahan perempuan atau usia remaja dengan program GenRe.
Generasi Berencana atau yang biasa disingkat GenRe merupakan salah satu program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang dikembangkan guna persiapan dan perencanaan kehidupan berkeluarga bagi para remaja. Adapun sasaran dari program GenRe adalah remaja belum menikah dengan usia 10-24 tahun, mahasiswa atau mahasiswi yang belum menikah, keluarga yang mempunyai anggota keluarga remaja, serta masyarakat yang peduli remaja.
Melalui program GenRe diberikan informasi dan promosi tentang kesehatan reproduksi, misalnya tidak menikah dini, tidak melakukan seks pranikah, tidak menggunakan NAPZA, penanaman keterampilan hidup atau pengembangan konsep diri, pemberitan informasi tentang perencanaan kehidupan berkeluarga maupun informasi tentang kependudukan dan pembangunan keluarga. Bukan hanya BKKBN, sukses atau tidaknya program ini sebetulnya juga bergantung pada keterlibatan sektor maupun pihak-pihak lain yang terkait.
Nasrul Haq, S.Sos., MPA, Dosen Ilmu Administrasi Negara dari Universitas Muhammadiyah Makassar, mengatakan kajian generasi berencana memang sedang menjadi tranding topic. Fokus utama adalah pada kajian-kajian kependudukan.
“Mengingat remaja merupakan salah satu pionir masa depan, salah satu upaya untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang ada adalah dengan membuat program yang betul-betul menyentuh sampai akar paling bawah,” ujar Nasrul Haq saat memaparkan hasil penelitiannya pada seminar bulanan PSKK UGM, Kamis (8/9).
Memaparkan hasil penelitian Intersectoral Collaboration Dalam Program Generasi Berencana di Kota Makassar, Nasrul Haq mengungkapkan isu tentang intersectoral collaboration adalah sebuah kajian menarik dalam studi administrasi negara, studi kebijakan, studi manajemen publik. Dalam kajian ini diperlihatkan bagaimana pekerjaan-pekerjaan pemerintah saat ini tidak lagi hanya dikerjakan oleh aktor pemerintah semata namun mencoba untuk ekspansi keluar.
“Memberi kesempatan kepada masyarakat, pihak-pihak non pemerintah untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah. Berbagai literatur pun mengarah kesana, bagaimana mendesain kebijakan mengarah pada studi kolaborasi,” katanya.
Dengan model itu pula, kata Nasrul, bagaimana kemudian melihat kolaborasi antar sektor dalam kasus generasi berencana di kota Makassar. Sayangnya, kematangan kolaborasi tersebut terkait penelitian ini baru sampai di tahapan starting cooperation.
“Baru sampai di tahapan kedua, pada starting kooperation. Ini yang menjadi PR kita, bagaimana kita akan mendesain kolaborasi untuk selalu naik posisi,” katanya. (Humas UGM/ Agung)