
Dalam beberapa waktu terakhir banyak kota-kota sungai-rawa di Indonesia yang mengalami kemunduran. Terjadinya kemunduran ini banyak terkait dengan pemanfaatan sungai-rawa sebagai bagian dari pembangunan.
“Beberapa persoalan yang terjadi antara lain pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan sampah, area belakang dari orientasi pembangunan, dan penutupan sungai untuk pemukiman dan ruang daratan,” kata Irwan Yudha Hadinata, Jumat (8/9) saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Teknik UGM.
Dalam kesempatan itu, dosen Universitas Lambung mangkurat ini mempertahankan disertasi berjudul Transformasi Kota Sungai Rawa Banjarmasin. Berlaku sebagai promotor Pro.Ir. Bakti Setiawa, M.A., Ph.D., dan Dr.Ir. Budi Prayitno, M.Eng.
Irwan menegaskan berbagai permasalahan yang terjadi umumnya merupakan akibat dari cara pandang pembangunan dengan basis daratan yang terletak di wilayah sungai-rawa. Selain itu, ketiadaan acuan atau konsep dan penelitian yang mampu mengarahkan pembangunan dengan konteks sungai rawa.
Disebutkan Irwan, kota sungai-rawa di Banjarmasin memiliki kemiripan dengan persoalan kota sungai-rawa yang umum terjadi di Indonesia. Banjarmasin memiliki kompleksitas permasalahan paling tinggi di banding dengan kota-kota lain di sisi selatan pulau Kalimantan.
“Permasalahan di kota sungai-rawa Banjarmasin adalah tentang orientasi, transportasi, dan cara-cara pengembangan wilayah,” jelasnya.
Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa terdapat empat tema transformasi di Banjarmasin, yaitu transformasi ruang, transformasi jaringan, transformasi elemen, dan transformasi bentuk. Kota Banjarmasin terbentuk atas proses interdependensi ruang dan elemen di dalam tema eksistensi dan kompetisi. Proses ini melibatkan hubungan kompetitif dari tujuh elemen, yaitu sungai, kanal-jalan, antasan, jalan, masjid, pasar, dan dermaga terhadap tiga kelompok ruang yaitu sungai, kanal, dan rawa.
Proses interdependensi ini berlangsung dalam empat era utama dalam pembentukan kota Banjarmasin dengan dominasi faktor ekonomi dan budaya. Aksesibilitas ekonomi merupakan faktor utama yang dominan untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana kota Banjarmasin cepat mengalami perubahan.
Irwan mengajukan sejumlah rekomendasi dalam pembangunan kota Banjarmasin. Salah satunya pembuatan rencana besar tentang tata keairan kota Banjarmasin yang memuat masterplan, kanal, antasan, pembangunan bantaran sungai dalam satu dokumen terpadu. Masterplan yang menyangkut ruang dan elemen perlu diperhatikan antar keduanya mengingat kota Banjarmasin memiliki sifat interdependensi antar ruang dan elemen.
“Dalam menghadapi tantangan kedepan Kota Banjarmasin perlu mempertegas deliniasi kawasan bantaran sungai yang tidak boleh dihilangkan, dinormalisasi, dan diganti dengan fungsi baru,” pungkasnya.(HumasUGM/Ika)