Kajian demografi dan perhitungan proyeksi penduduk memberikan gambaran bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi yang ditandai dengan meningkatkan proporsi penduduk usia kerja hingga 20 tahun mendatang. Meski demikian, pertumbuhan kuantitas penduduk usia produktif tidak dapat disebut sebagai bonus jika tidak disertai dengan pertumbuhan kualitas penduduk. Untuk mendorong peningkatan kualitas tersebut, salah satu cara yang digalakkan adalah melalui pembangunan pada tingkat keluarga.
“Perlu ada transformasi melalui keluarga karena pembangunan keluarga sangat penting untuk memengaruhi kualitas penduduk,” ujar Deputi Bidang Pengendalian Penduduk, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Dr. Wendy Hartanto, MA, saat menjadi pembicara dalam kuliah umum terkait Revitalisasi Kebijakan Kependudukan di Indonesia, Selasa (12/9) di Auditorium Fakultas Geografi UGM.
Wendy menuturkan, keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk perlu juga diimbangi dengan strategi untuk meningkatkan kualitas penduduk yang ada. Karena itu, ujarnya, BKKBN menyelenggarakan berbagai program pembangunan keluarga untuk mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas yang dapat menjadi tulang punggung pembangunan nasional di masa mendatang.
“Kita sekarang sudah dalam posisi bonus demografi, hanya pertanyaannya penduduk usia produktif ini betul-betul produktif atau tidak. Tujuannya bukan hanya membatasi anak secara kuantitas, tapi supaya setiap anak bisa dididik dengan baik, punya kesehatan baik sehingga anak-anak tumbuh menjadi penduduk yang berkualitas,” imbuhnya.
Kepada para mahasiswa yang hadir, ia menjelaskan bahwa Indonesia telah memasuki periode bonus demografi akibat penurunan tingkat kelahiran secara signifikan yang terjadi sejak tahun 1970-an sehingga jumlah penduduk usia kerja saat ini 2 kali lipat lebih besar daripada jumlah penduduk usia tidak produktif. Kondisi ini secara umum dimengerti sebagai sebuah keuntungan ekonomis karena rasio ketergantungan semakin menurun.
“Kalau kita bayangkan seperti dalam sebuah keluarga yang terdiri dari 5 orang dengan 3 orang yang bekerja maka keluarga tersebut bisa mendapat pemasukan lebih banyak, bisa punya tabungan, atau mencicil rumah, sementara kalau hanya 1 orang yang bekerja harus menanggung istri dan 3 orang anak akan lebih sulit,” jelas Wendy.
Meski demikian, ia menyatakan bahwa ada berbagai prasyarat bonus demografi yang perlu dipenuhi, seperti suplai tenaga kerja yang besar dan berkualitas dan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, tabungan masyarakat yang meningkat dan diinvestasikan secara produktif, serta kebijakan investasi pemerintah dan swasta yang membuka lapangan kerja. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa diperlukan lebih banyak perempuan yang semakin terdidik serta dapat memasuki pasar kerja dan membantu meningkatkan peningkatan pendapatan keluarga.
Ia menekankan bahwa kondisi demografi ini hanya akan berlangsung dalam periode tertentu dan dapat berhenti suatu waktu. Untuk itu, menurutnya, pemerintah perlu mulai menjalankan kebijakan yang sesuai dengan perubahan struktur kependudukan yang berpotensi menjadi keuntungan atau kerugian bagi negara. Dalam jangka pendek, kondisi ini dapat dimanfaatkan dengan meningkatkan produksi dan konsumsi, sementara dalam jangka panjang Indonesia dapat memanfaatkan kenaikan akumulasi aset sehingga terjadi investasi penduduk usia produktif secara berkelanjutan.
“Kita akan meninggalkan bonus demografi di tahun 2046. Masa depan bangsa sebagian besar ditentukan oleh kualitas SDM, bukan melimpahnya SDA. Karena itu, pembangunan SDM merupakan investasi jangka panjang yang harus diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan,” kata Wendy. (Humas UGM/Gloria)