Yogya, KU
Ketua Tim Peneliti Flu Burung UGM, Prof drh Charles Rangga Tabbu, MSc, PhD menegaskan meskipun saat ini telah terjadi proses mutasi virus flu burung namun hingga sekarang belum terjadi proses penularan virus tersebut dari manusia ke manusia. Meski tidak menyebabkan penularan antar manusia, tapi mutasi ini telah menjadikan virus lebih mudah beradaptasi dengan tubuh manusia.
Charles pun bahkan membantah pernyataan Para peneliti Universitas Washington, Amerika Serikat (AS) Prof Ira Longgini beberapa waktu lalu yang menilai telah terjadi proses penularan virus flu burung antar manusia di daerah Karo Sumatera Utara. Kasus di Karo, Sumatera Utara, diyakini Charles bukanlah penularan antar manusia tetapi sebenarnya orang-orang tertular virus flu burung dari sumber yang sama. “Hanya karena daya tahan tubuh manusia berbeda-beda akhirnya sakitnya juga bergantian,†kata Charles, Selasa (4/9) di Kampus UGM.
Ketua Tim Komisi Nasional Penanggulangan Flu Burung Regional Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan pihaknya telah menemukan adanya perubahan susunan asam amino pada virus. Perubahan ini, menurutnya, menjadikan virus lebih mudah beradaptasi pada manusia.
“Misalnya pada virus Flu Burung yang ada pada unggas, di tempat pemisahan protein menjadi dua sub unit ditemukan asam amino serin yang bisa beradaptasi pada saluran nafas manusia,†katanya.
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan UGM ini juga menambahkan, perubahan ini ditemukan juga pada virus di ayam dan itik. Hal yang sama, menurutnya juga ditemukan dalam isolat yang diteliti di Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Udayana dan beberapa Universitas yang memiliki Fakultas Kedokteran Hewan.
Ketika ditanya apakah perubahan ini bisa disebut virus sudah bermutasi,â€Ya, ini sudah bermutasi,†tegasnya.
Perubahan virus ini, menurut Charles diduga juga menjadi penyebab H5N1 tidak lagi menyerang pada jenis unggas, tetapi juga pada hewan mamalia lain seperti babi. Namun menurutnya diperlukan penelitian lebih lanjut untuk masalah ini.
“Untuk masalah ini memang diperlukan studi epidemilogi yang melibatkan semua pihak khususnya bidang kedokteran hewan dan kedokteran umum,†ujarnya. (Humas UGM)