Center for Religious and Cross cultural Studies bekerjasama dengan Mizan mengadakan diskusi buku Epistemologi Tasawuf yang bertempat di Ruang Persatuan, Fakultas Filsafat UGM, Rabu (13/9). Diskusi tersebut menghadirkan langsung penulis buku, Dr. Haidar Bagir serta Dr. Agus Himmawan Utomo, M.Ag. (Dosen Fakultas Filsafat UGM). Diskusi buku tersebut dihadiri berbagai kalangan dari mulai dosen hingga mahasiswa.
Haidar berangkat dari sebuah tudingan bahwa pengetahuan mistis tidak bisa dijelaskan secara logis. Ia tidak sepakat dengan asumsi tersebut. Haidar yang terpengaruh sosok Muhammad Iqbal ini mengaku sangat tertarik dengan tasawuf sejak mahasiswa. Tasawuf yang Haidar tekuni adalah tasawuf yang menghargai rasionalitas yang tidak anti duniawi. Tasawuf model ini disebut tasawuf positif yang ditemukan landasan filosofisnya dalam filsafat hikmah Mulla Sadra.
Ada tiga bagian dalam buku Epistemologi Tasawuf yang Haidar tulis. Di bagian pertama, Haidar mencoba menjelaskan fenomena menjamurnya mistisisme di era modern ini. Ia menambahkan, meski akal analitis tidak bisa mencakup pengalaman mistik, tapi pengalaman mistik sejalan dengan metode analitis. “Pengalaman mistik itu harus bisa diungkapkan secara rasional analitis atau diskursif,” jelas Haidar. Menurutnya, dua hal tersebut tidak mungkin bertentangan. Ia membenarkan bahwa pemikiran diskursif tidak bisa mencakup pengalaman mistik, tetapi pemikiran diskursif tidak bertentangan dengan pengalaman mistik.
Haidar menjelaskan bahwa tasawuf membuat kita tidak menyalahkan pandangan orang lain yang berbeda dengan kita, tetapi memaksa kita untuk mempejari pandangan lain tersebut supaya lebih lengkap. Ia menambahkan bahwa tasawuf akan memberi ketenangan bagi pelakunya. Haidar menjelaskan jika ada seseorang yang hatinya dipenuhi cinta kasih dan ingin selalu membantu orang yang kesulitan, orang tersebut sudah bisa disebut tasawuf.
“Tasawuf menyuruh orang untuk bersatu dan toleran,” ungkap Haidar. (Humas UGM/Catur)