Yogya, KU
Penolakan petani terhadap rencana penambangan pasir/biji besi di sepanjang kawasan pantai selatan Kulon Progo memasuki memasuki babak yang paling menentukan. Para petani yang selama ini menetang pendirian pabrik baja dan pengolahan pasir besi beberapa waktu lalu berhasil mendesak Bupati Kulonprogo Toyo Santoso Dipo menandatangani pernyataan sikap tentang penggagalan rencana pendirian pabrik baja dan pengolahan biji besi itu. Selain bupati, Ketua DPRD Kulonprogo Drs Kasdiyono, juga ikut menandatangani pernyataan sikap bersama tersebut.
“Untuk sementara ini, petani boleh sedikit bernafas lega karena pemimpin lokalnya berada satu front dengan mereka, terlepas nantinya Bupati akan satu front atau sikapnya akan berubah,†ujar Riza Noer Arfani dalam Seminar Bulanan ‘Nasib Petani dalam Cegkeraman Kapitalisme Global,’ Kamis sore (6/9) di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM.
Menurut staf pengajar jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fisipol UGM ini bahwa negara atau pemerintah adalah tumpuan terakhir para petani ketika berhadapan dengan kekuatan pasar. “Kekuatan pasar ini adalah para investor asing yang berasal dari Selandia Baru dan Australia serta perusahaan milik negara Krakatau Steel,†jelasnya.
Riza Noer Arfani menambahkan tingkat permasalahan yang dihadapi memang cukup pelit. Mengingat biji besi yang hendak ditambang menjanjikan return ekonomi yang menggiurkan.
“Penambangan pasir dan biji besi ini memberikan efek spill–over ekonomi dan jumlah PAD yang cukup besar. Selain itu, akan terjadinya transformasi sosial kemasyarakatan yang dapat mendorong proses industrialisasi di daerah Kabupeten Kulon Progo ini sendiri,†katanya.
Berubah dan tidaknya sikap Bupati dan pemerintah Kabupaten kulon Progo, Riza Noer Arfani memaparkan tiga skenario yang kemungkinan akan ditempuh. Pertama, tetap mempertahankan posisinya sebagai bagian front petani melawan front pasar dengan implikasi dan risiko kehilangan return ekonomi-sosial di masa depan, kehilangan dukungan politik dan ekonomi dari jaringan pasar dan kekuasaan lokal. Namun demikian insentif politik dan ekonomi juga masih sangat menjanjikan dengan terpeliharanya konstituen politik utama dari kalangan petani dan sektor-sektor pedesaan.
Kedua, mengubah posisi menjadi pro kekuatan pasar yakni menganjurkan penambangan bijih besi dengan alasan sudah lolos studi kelayakan termasuk studi AMDAL. Posisi ini menguntungkan secara politik dan ekonomi dalam jangka pendek yakni menjaga keharmonisan hubungan kekuasaan dengan jaringan pasar dan politik lokal terutama dengan keluarga keraton. Namun akan mengurangi secara drastis dukungan politik dari konstituen.
Ketiga, tetap berada di front petani, dalam arti kebijakannya tetap tidak mengijinkan penambangan pasir/biji besi. Penambangan hanya diperbolehkan setelah memenuhi standar pelestarian lingkungan yang ekstra ketat. Dengan demikian posisi ini akan mendapat dukungan tambahan dari front atau berbagai kalangan yang peduli pelestarian lingkungan hidup.
“Skenario terakhir ini sangat memungkinkgan dan dapat dirancang untuk mencari win-win solution, dengan syarat harus menguntungkan semua pihak melalui proses negosiasi, mediasi dan difasilitasi, mengingat tahun 2008 proyek ini sudah mulai jalan,†katanya. (Humas UGM)