
Munculnya berbagai lokasi tujuan wisata baru yang dikelola oleh komunitas patut diapresiasi. Sebab, lokasi tujuan wisata yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat ini dinilai bisa memberikan dampak ekonomi langsung bagi warga sekitar. Meski begitu, kemunculan wisata komunitas ini perlu pendampingan dan pemberdayaan dari perguruan tinggi agar obyek wisata milik komunitas bisa dikelola secara berkelanjutan. Hal itu dikemukan oleh pengamat pariwisata UGM, Dr. Tular Sudarmadi MA., menangapi fenomena munculnya wisata baru yang dikelola komunitas.
Kepala Prodi Pariwisata FIB UGM ini menuturkan pembentukan wisata berbasis masyarakat ini justru memberikan dampak ekonomi langsung bagi warga karena dikelola sendiri tanpa melibatkan investor dari luar. Berbeda dengan pengembangan destinasi wisata yang dilakukan oleh pemerintah yang melibatkan investor. “Justru yang menikmati hasilnya adalah masyarakat itu langsung,” kata Tular saat ditemui di sela-sela kegiatan pembentukan Konsorsium Program Studi Akademik Pariwisata Se-Indonesia (KPSPI) di gedung University Club UGM, Jumat (15/9).
Beberapa tujuan wisata baru yang dikembangkan oleh komunitas, menurut Tular, menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar potensi pariwisata yang bisa dikembangkan dan dikelola di daerahnya masing-masing. Bahkan, keberadaaan media sosial dan adanya tarif penerbangan murah menyebabkan kunjungan wisata juga makin meningkat.
Meski demikian, wisata yang dikelola komunitas tersebut perlu dilakukan pendampingan dan pemberdayaan dari para pemerintah atau pegiat pariwisata dan perguruan tinggi. Kemunculan wisata baru yang dikelola masyarakat tersebut bisa menjadi kajian mendalam bagi para akademisi. “Perlu ada pendampingan, sekaligus muncul kajian dalam memahami pariwisata dari bottom up,”katanya.
Seperti diketahui beberapa tujuan lokasi wisata baru yang dikelola oleh komunitas saat ini muncul di DIY, seperti wisata tebing Watulawang, wisata Kalibiru, wisata mangrove di pantai pasir Kadilangu Kulonprogo.
Dalam kesempatan itu, Tular juga menginformasikan bahwa beberapa perguruan tinggi yang memiliki prodi pariwisata, seperti UGM, UPI, Universitas Pancasila, Universitas Brawijaya, dan Universitas Udayana sepakat membentuk konsorsium prodi pariwisata dalam rangka menyiapkan lulusan prodi pariwisata yang berkualitas dan berdaya saing.”Berkembangnya industri pariwisata di Indoneaia diharapakan bisa memberi kontribusi besar dalam pemasukan devisa negara dan sudah sewajarnya dibentuk konsorsium prodi pariwisata,“katanya.
Terbentuknya konsorsium prodi pariwisata ini, kata Tular, diharapkan bisa menyelaraskan pengembangan kurikulum pendidikan dan pengajaran studi pariwisata, serta mendorong semakin banyaknya penelitian kepariwisataan di Indonesia. (Humas UGM/Gusti Grehenson)