UGM untuk pertama kalinya di Indonesia melakukan pengukuhan pustakawan utama di kampusnya sendiri. Sebelumnya, pengukuhan dan penyampaian orasi ilmiah pustakawan utama dilaksanakan di perpustakaan nasional.
Gelar pustakawan utama ini merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi jabatan pustakawan yang setara dengan jabatan fungsional lainnya, seperti jabatan guru besar, guru utama, peneliti utama, dokter utama maupun widyaiswara utama.
Dua orang pustakawan utama UGM yang dikukuhkan masing-masing Drs Lasa HS, M.Si dan Drs Purwono, SIP, M.Si, menyampaikan orasi ilmiah atas jabatan pustakawan utama, Kamis (6/9) di Ruang Perpustakaan UGM.
Acara pengukuhan pustakawan utama ini disaksikan oleh Kepala Perpustakaan Nasional Drs Dadi P Rahmananta, MLS. Ikut hadir, Sekretaris Eksekutif UGM Dr Supra Wimbarti M.Sc, Direktur Sumber Daya Manusia UGM Harjadi SH MM, Kepala Perpustakaan UGM Drs Ida Fajar Priyanto MA.
Dalam orasinya, Drs Lasa HS, M.Si mengungkapkan bahwa profesi pustakawan memang relatif masih baru di Indonesia di banding dengan profesi lain. Maka wajar keberadaan profesi ini belum banyak dikenal luas oleh masyarakat. Namun seiring perjalanan waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan, pustakawan pun telah diakui sebagai profesi.
“Profesi ini telah memenuhi syarat professional, dalam arti kegiatan kepustakawan merupakan pekerjaan intelektual, bersifat saintifik, bersifat praktikal, memiliki organisasi profesi dan merupakan pekerjaan altruisme,†katanya.
Profesi pustakawan, lanjut lasa, akan selalu menghadapi banyak tantangan karena kebanyakan pustakawan belum termotivasi untuk mengembangkan profesinya menjadi lebih optimal. Salah satu indikatornya yakni rendahnya motivasi mereka membuat karya tulis.
Dampak dari minimnya hasil karya tulis ini telah menyebabkan masayarakat luas kurang memahami eksistensi profesi pustakawan. Lasa pun berharap, para penyandang profesi pustakawan harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi, memiliki motivasi yang kuat, jangan terjebak rutinitas dan mampu merespon kemajuan jaman serta meningkatkan peran organisasi profesi.
Selain itu, lasa juga mengkritisi pemerintah untuk meninjau kembali peraturan kepustakawan yang terkait dengan kegiatan pengembangan profesi. â€Pemerintah harus meningkatkan standar minimal pendidikan pustakawan dari diploma 2 menjadi diloma 3 atau S1 bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi,†tuturnya.
Sementara Purwono dalam orasi ilmiahnya lebih menyoroti hubungan timbal balik antar institusi pembelajaran sepanjang hayat dengan pengembangan karier pustakawan. Menurut purnomo, banyak faktor yang mempengaruhi kinerja pustakawan di samping pendidikan juga terkait penempatan, rotasi kerja, iklim dan sistem manajemen.
“Pendidikan tinggi belum menjamin kinerja yang baik, jika situasi dan sistem manajemen perpustakaan tidak memberi kesempatan pada pustakawan untuk berkarya dalam upaya pengembangan kariernya,†tegasnya. (Humas UGM)