Institute of International Studies (IIS) UGM berpendapat penandatanganan traktat pelarangan senjata nuklir internasional dapat memberikan manfaat lebih bagi masyarajat internasional. Tak hanya memberikan manfaat, pandangan masyarakat pada senjata nuklir pun perlahan diharapkan berubah nantinya.
Yunizar Adiputra,MA, peneliti IIS UGM, menjelaskan traktat pelarangan ini dengan jelas berisikan pelarangan penggunaan, produksi, pengembangan, kepemilikan dan uji coba senjata nuklir sehingga dengan traktat pelarangan ini semua diatur terkait siapa yang berhak memiliki senjata nuklir dan tidak, dan negara-negara non-nuklir lah yang mendapatkan wewenang untuk penentuan ini.
“Traktat ini juga menyatakan pelarangan terhadap seluruh aktivitas yang menunjang pengembangan senjata nuklir serta tuntutan untuk pemberian bantuan kepada korban akibat penggunaan senjata nuklir dan uji coba nuklir. Kedepannya juga lewat traktat ini negara dengan senjata non-nuklir lah yang menentukan siapa yang berhak memiliki nuklir,”ujar Yunizar, saat jumpa pers di Kantor IIS FISIPOL UGM, Jumat (22/9) lalu.
Yunizar memaparkan sejumlah manfaat dan keuntungan yang bisa dipetik dari lahirnya traktat ini. Pertama, pada bidang hukum traktat ini memberikan kepastian hukum yang menyatakan bahwa nuklir adalah senjata ilegal. Pasalnya, sebelum adanya traktat ini selalu muncul ambiguitas terkait kelegalan dari pembuatan dan produksi senjata nuklir.
Kedua, dalam ranah politik, traktat ini dapat menghilangkan kewibawaan sebuah negara yang memiliki senjata nuklir. Menurutnya, dengan traktat ini dapat menciptakan stigma atau opini buruk untuk negara yang masih mengembangkan atau memiliki senjata nuklir.
“Sering kali saat sebuah negara memiliki senjata nuklir mereka sering sekali merasa dirinya istimewa. Nah, munculnya traktat ini dapat menghilangkan rasa tersebut dan membuat opini buruk karena nanti negara yang masih memiliki senjata nuklir akan dicap sebagai negara yang buruk karena memiliki senjata tersebut,”ucapnya.
Ketiga, dalam bidang ekonomi traktat ini menegaskan bahwa tidak ada bantuan kepada negara untuk mengakuisisi senjata nuklirnya. Yunizar mengimbuhkan hal ini dapat berimplikasi pada perusahaan sektor swasta ataupun bukan swasta. Perusahaan-perusahaan ini akan kesulitan dalam menginvestasikan uang mereka pada senjata nuklir.
“Kalau traktat ini diratifikasi ke Indonesia maka pelarangan ini dapat melarang semua perusahaan yang melakukan investor uang ke dalam senjata nuklir,”imbuhnya.
Yunizar mengakui traktat ini memang tidak menyebutkan pelucutan senjata nuklir pada negara-negara. Namun demikian, traktat ini dapat mengubah persepsi masyarakat internasional dalam melihat senjata nuklir.
Peneliti lain dari IIS, Muhadi Sugiono,M.A, mengatakan traktat ini memang tidak berdampak langsung kepada masyarakat. Tapi, traktat ini dapat memberikan satu manfaat. Nantinya, kategori negara jahat pemilik senjata nuklir tidak hanya Korea Utara, namun seperti Amerika, Inggris,Perancis, Rusia dan Cina juga termasuk negara jahat karena memiliki senjata nuklir.
“Seperti biasanya Korea Utara dianggap sebagai negara buruk karena menciptakan senjata nuklir, namun sekarang semua negara yang memiliki senjata nuklir, baik itu Amerika, Inggris ataupun negara lainnya akan dianggap sama karena memiliki senjata nuklir,”katanya.
Sebelumnya, pada 20 September 2017 Indonesia diwakili Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, bersama 50 kepala negara dan menteri luar negeri lainnya secara formal menandatangani Traktat Pelarangan Senjata Nuklir (Treaty on the Prohibition on Nuclear Weapons) di sela-sela sesi pembukaan Sidang Umum PBB di New York.
Traktat ini merupakan traktat pertama yang melarang senjata berbahaya pembunuh massal jenis nuklir. Sebelumnya, traktat pembunuh massal senjata jenis kimiawi dan biologis juga sudah dinyatakan ilegal.
Pada acara tersebut, setidaknya 5 negara yang tergabung di PBB menyatakan untuk memboikot traktat kemarin. Lima negara tersebut adalah Amerika, Inggris, Perancis, Rusia dan China. Kelima negara tersebut juga merupakan salah satu kategori negara yang memiliki senjata nuklir di dunia. (Humas UGM/ Agung)