
Data Produk Domestik Bruto (PDB) Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa subsektor kuliner memberi kontribusi terbesar pada PDB Ekonomi Kreatif, yaitu sebesar 41,69 persen. Subsektor kuliner juga memiliki persentase HKI kedua tertinggi sebesar 19,75 persen. Disisi lain, nilai ekspor produk kuliner hanya 6 persen dan keanggotaan pelaku kuliner pada asosiasi hanya 13,32 persen.
Menurut Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc., sudah saatnya banyak pihak memberi dukungan pada subsektor kuliner ini agar mampu melakukan penetrasi global. Apalagi, Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan daerah yang masing-masing memiliki seni dapur.
“Saya kira itu potensi luar biasa, bahkan Indonesia disebut dapur gastronomi terbesar dunia. Ini merupakan potensi yang luar biasa jika dikelola dengan baik,” katanya di ruang Fortakgama, Selasa (13/10) saat jumpa pers menjelang pelaksanaan Konferensi dan festival Kuliner Indonesia.
Eni Harmayani menjelaskan kuliner Indonesia merupakan kekayaan budaya, dan ini bisa berdampak luas sekaligus menyejahterakan jika mampu dikelola secara optimal. Lidah dunia pun sesunguhnya mengakui kuliner Indonesia lebih mudah diterima dibanding negara-negara lain.
Hanya saja, untuk bisa bersanding dan bersaing dengan makanan asing, makanan lokal dan tradisional Indonesia masih perlu mendapat sentuhan teknologi, baik teknologi digital, maupun teknologi-teknologi lain, seperti teknologi proses, teknologi pengemasan, teknologi pengolahan dan sebagainya.
“Sangat tepat untuk menyandingkan dengan teknologi karena pertimbangan konsumen tidak hanya enak dirasa, namun bagaimana dengan soal sanitasi dan higienis makanan dan standar keamananan pangan,” katanya.
Konferensi dan Festival Kuliner Indonesia merupakan hasil kerja sama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Universitas Gadjah Mada. Kegiatan ini akan berlangung selama dua hari, 3-4 Oktober 2017 di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri.
Konferensi dan Festival Kuliner Indonesia akan diisi dua seminar, yaitu seminar “Soto sebagai Representasi Citarasa Indonesia” dan seminar “Jejak Nikmat Kopi Indonesia”. Selain itu, akan dilaksanakan pula Festival Kuliner Indonesia yang akan menampilkan 34 set menu kuliner unggulan dari 34 provinsi di Indonesia.
Selain itu, akan dilakukan pula cooking class “sukses menyeduh kopi nikmat” dan “membuat kuah soto” serta master class “membuat aneka wadah dan kemasan makanan dari daun”. Tidak hanya itu, ditampilkan pula klangenan yang akan menampilkan berbagai makanan baik makanan kuno maupun kekinian dan deklarasi Forkomkulindo sebagai asosiasi yang akan mewadahi para pelaku industri kuliner di Indonesia.
Prof. Dr. Ir. Umar Santoso, M.Sc mengungkapkan ada lima komponen yang akan memperkuat keberadaan Forum Komunikasi Kuliner Indonesia (Forkomkulindo). Mereka adalah pemerintah, pelaku usaha, asosiasi atau komunitas, akademisi dan media.
Menurutnya, selama ini kelima komponen ini berjalan sendiri-sendiri. Karena itu, diperlukan upaya untuk menyatukan kelima komponen ini dalam satu wadah untuk mengembangkan subsektor kuliner agar semakin mampu berkontribusi bagi peningkatan ekonomi Indonesia.
“Bekraf itu bertugas mengembangkan ekonomi kreatif, dan ada 16 subsektor, salah satunya subsektor kuliner. Karena itu, kemunculan wadah ini diharapkan mampu berkontribusi untuk peningkatan ekonomi,” kata Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM ini.
Dr. Novi Siti Kussuji I, M.Hum selaku steering committee menambahkan kegiatan konferensi dan festival kuliner Indonesia bertujuan untuk menambah pengetahuan dan informasi mengenai perkembangan kuliner Indonesia terkini. Selain itu, mendorong kaum muda untuk mengembangkan potensi kuliner Indonesia.
Sementara Dr. Sri Rahayu selaku ketua panitia berharap kegiatan konferensi dan festival kuliner Indonesia yang melibatkan pentahelix plus dapat mendukung subsektor kuliner yang menjadi salah satu unggulan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Kegiatan ini diharapkan mendukung promosi wisata Indonesia dan menempatkan makanan asli Indonesia di kancah global. (Humas UGM/ Agung;foto: Firsto)