Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Bekraf Creative Lab (BCL): Indonesia Culinary Conference & Creative Expo pada Rabu (4/10) di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri. Kegiatan yang dihadiri ratusan peserta dari seluruh Indonesia ini diselenggarakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi kuliner unggulan Indonesia yang dapat berkontribusi bagi perekonomian nasional.
“Industri kreatif kuliner memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu sekitar 30% dari total pendapatan sektor pariwisata. Karena itu, pelestarian kuliner asli dan unggulan Indonesia wajib dilakukan dan dikembangkan sebagai salah satu upaya untuk mendukung perekonomian nasional,” ujar Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., dalam sambutannya.
Ia menuturkan, Indonesia telah sejak lama dikenal sebagai negara yang kaya akan kuliner dengan berbagai macam makanan lokal dan tradisional yang dapat dijumpai di seluruh provinsi. Namun demikian, banyaknya waralaba asing yang masuk ke Indonesia menjadikan tantangan yang dihadapi kuliner dan pangan tradisional untuk tetap eksis di mata masyarakat menjadi semakin besar. Karena itu, ujarnya, UGM terus mendukung pengembangan pelaku usaha kuliner lokal agar dapat bersaing serta berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
“UGM yang salah satu jati dirinya adalah sebagai universitas kerakyatan tentu dalam kiprahnya berusaha untuk terus memperjuangkan agar rakyat Indonesia lebih makmur dan sejahtera, antara lain dengan memperjuangkan agar produk-produk lokal mempunyai pasar yang baik,” tuturnya.
Tidak hanya itu, berkaitan dengan persoalan pangan, UGM juga mendukung pengembangan bahan baku kuliner yang berasal dari produk-produk pertanian lokal. Hal ini, bertujuan untuk mencapai kemandirian pangan sehingga masyarakat tidak harus bergantung pada bahan baku impor.
“Fakultas Teknologi Pertanian sudah membuat berbagai produk dan membuktikan bahwa kuliner yang dibuat dari produk pangan asli Indonesia mempunyai kualitas gizi yang baik sehingga harus terus kita kembangkan,” jelas Panut.
Kegiatan BCL mengusung soto dan kopi sebagai produk andalan yang potensial untuk dikembangkan. Harapannya, produk-produk ini dapat menambah jajaran produk kuliner Indonesia yang diakui dunia, selain kuliner lain, seperti rendang yang telah masuk dalam 50 makan terbaik menurut survei yang dilakukan CNN.
Sekretaris Utama Badan Ekonomi Kreatif, Mesdin Cornelis Simarmata, menjelaskan bahwa pengembangan usaha kreatif Indonesia, termasuk usaha kuliner, perlu mengnyinergikan unsur value chain, yaitu kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, dan konservasi, serta melibatkan berbagai pihak tekait, antara lain akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media.
“Kerja sama pentahelix menjadi hal yang penting karena kami tidak bisa mengusahakannya sendiri. Inilah alasan kami hadir di kampus ini, untuk membangun hubungan erat dengan universitas yang menjadi salah satu basis pengembangan ekonomi kreatif ke depan,” ujar Cornelis.
Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB) Ekonomi Kreatif, subsektor kuliner mempunyai kontribusi terbesar pada PDB Ekonomi Kreatif (41,69%) serta memiliki persentasi HKI kedua tertinggi (19,75%). Namun demikian, di sisi lain nilai ekspor produk kuliner hanya 6% dan keanggotaan pelaku kuliner pada asosiasi hanya 13,32%. Untuk itu, kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekspor untuk komoditas kuliner dan meningkatkan keanggotaan pelaku kuliner pada asosiasi.
Usai dibuka secara resmi oleh Sekretaris Utama Badan Ekonomi Kreatif, acara dilanjutkan dengan parade yang menampilkan 34 menu kuliner unggulan dari 34 propinsi di Indonesia. Kegiatan BCL di UGM sendiri terdiri dari berbagai rangkaian kegiatan, yaitu seminar “Soto sebagai Representasi Citarasa Indonesia” yang menggali berbagai aspek terkait soto sebagai makanan asli Indonesia dan potensinya untuk diunggulkan sebagai kuliner yang mendunia, seminar “Jejak Nikmat Kopi Indonesia”, yang menggali potensi kopi lokal, juga cooking class “sukses menyeduh kopi nikmat” dan “membuat kuah soto” serta master class “membuat aneka wadah dan kemasan makanan dari daun.”
Salah satu bagian BCL yang menarik animo besar dari masyarakat adalah Kedai Klangenan, yaitu berbagai stan makanan kekunoan dan kekinian dari berbagai daerah. Festival ini berlangsung hingga penghujung acar BCL di sore hari. Sebelum acara ditutup, di tempat yang sama dilakukan Deklarasi Forkomkulindo yang diharapkan dapat menjadi asosiasi atau forum yang mewadahi berbagai pelaku industri kuliner di Indonesia.
“Harapannya acara ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan kuliner di Indonesia,” ujar Sri Rahayoe selaku ketua panitia. (Humas UGM/Gloria; Foto: Firsto)