Program Studi Agama dan Lintas Budaya bersama Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM, Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin, Universitas Gadjah Mada, mengadakan kuliah umum Belajar Dari Imam dan Pastor bertajuk “Ketika Agama Membawa Damai, Bukan Perang.” Kegiatan tersebut merupakan satu dari serangkaian kegiatan The Instutionalization of Interfaith Mediation yang bekerja sama dengan Pusat Studi Agama dan Demokrasi Paramadina (Jakarta), Lembaga Antar Iman Maluku (LAIM-Ambon), dan didukung oleh Yayasan Tanenbaum (AS) dan Yayasan Tifa (Jakarta). Hadir sebagai narasumber utama dalam kuliah umum tersebut, yakni Imam Muhammad Ashafa dan Pastor James Wuye dari Nigeria. Kuliah umum oleh keduanya dilaksanakan pada Selasa (10/10) di Sekip Room, University Club (UC) Hotel Universitas Gadjah Mada.
Imam Ashafa dan Pastor James dikenal sebagai tokoh perdamaian, dan pernah mendapatkan hadiah perdamaian Tanenbaum. James Wuye adalah mantan pemimpin milisi pemuda Kristen di Kaduna, Nigeria, yang didera konflik antar-agama. Dia banyak terlibat dalam aksi-aksi kekerasan untuk membela keluarga dan kampungnya. Imam Ashafa adalah seorang Muslim taat yang dibesarkan di lingkungan tradisionalis. Konflik Kristen-Muslim di Nigeria pada 1992, yang menewaskan guru dan dua sepupunya, mengubah hidupnya. Selama bertahun-tahun dia diliputi oleh dendam dan kebencian. Keduanya saling berperang hingga suatu saat mereka sadar bagaimana konflik tersebut telah menghancurkan kehidupan masyarakat negara bagian Kaduna, di Nigeria. Dua kubu itu pun akhirnya berdamai.
Imam Ashafa dan Pastor James adalah contoh nyata bagaimana perdamaian dapat diciptakan, bahkan dari seorang mantan milisi sekali pun yang mengalami perang selama bertahun-tahun. Keduanya mantan pemimpin milisi yang saling berperang lalu sekarang menjadi tokoh agama dan menyebarkan perdamaian. Hal itu dapat menunjukkan bagaimana Imam Ashafa dan James tidak hanya mengalami transformasi personal dan berdamai di antara mereka berdua saja, tetapi juga mendorong transformasi di tataran institusional. Mereka membawa nilai-nilai dan inisiatif bina-damai ke lingkungan mereka yang lebih luas, mulai dari kota, negeri, benua, hingga dunia. Mereka membangun Pusat Mediasi antar-Iman di Nigeria, meningkatkan wawasan dan keterampilan agamawan dalam mengelola konflik, serta memperlebar jaringan di seluruh dunia.
Pastor James pada kuliah umum tersebut mengaku telah melakukan kesalahan besar ketika menangani konflik dengan konfrontasi. Menurutnya, hal tersebut hanya akan menciptakan ketakutan dalam masyarakat. Pastor James menambahkan bahwa di masa mudanya ia telah salah karena terlibat dalam cara-cara yang keliru dalam menangani konflik. Bahkan, ia harus kehilangan tangan yang dipotong musuhnya saat itu dalam upaya mempertahankan gereja. Dari hal tersebut, Pastor James pun mengimbau para peserta kuliah umum untuk ikut menjaga kedamaian di Indonesia.
“Saudara sekalian hidup di negara yang sejahtera dan aman, jangan pernah sekalipun membayangkan bagaimana terlibat dalam peperangan seperti yang kami lakukan,” imbau Pastor James.
Senada dengan Pastor James, Imam Ashafa juga mengajak semua para peserta kuliah umum untuk merenung bagaimana agama saat ini kerap terlibat dalam banyak konflik di seluruh dunia. Salah satu cara untuk menghindari perselisihan antar agama yakni dengan menghindari pemisahan wilayah berdasar agama. “Hindari pembandingan antar agama untuk mencari agama mana yang paling benar, kita muslim harus memegang teguh makna dari bagimu agamamu, bagiku agamaku.
Sementara itu, Dosen Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik, Sekolah Pascasarjana UGM, Diah Kusumaningrum, berharap kuliah umum ini dapat memberikan contoh bagaimana perdaimaian antar umat beragama dapat terjalin. Acara yang mengundang berbagai lembaga dan organisasi keagamaan di berbagai wilayah Indonesia ini dapat menyebarkan ilmu bagaimana cara mengatasi konflik antar agama. Lebih jauh lagi, Dyah berharap dengan srerangkaian kegiatan The Instutionalization of Interfaith Mediation tidak hanya mengatasi masalah saat konflik antar agama terjadi, tetapi mencegah konflik antar agama itu terjadi. (Humas UGM/Catur)