
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan Tim Siber Kreasi baru saja menyelenggarakan kegiatan bernama Festival Literasi Digital (Firal). Kegiatan tersebut merupakan salah satu komitmen bersama untuk melakukan kampanye tentang literasi digital.
Bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar bijak dalam penggunaan media sosial, acara tersebut terbuka untuk umum dan dihadiri berbagai kalangan. Acara yang diselenggarakan pada Minggu (15/10) di Fisipol UGM tersebut terdiri dari dua sesi, yakni workshop dan talkshow. Beberapa narasumber yang dihadirkan dalam acara tersebut, diantaranya Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia), Prof. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng. (Rektor UGM), Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A. (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah).
Rudiantara pada acara tersebut mengatakan pemerintah tengah fokus pada konten yang ada di dunia maya dan bagaimana masyarakat menanggapi konten-konten negatif. Rudiantara mengatakan persoalan konten negatif yang beredar di dunia maya bukan hanya persoalan yang melanda Indonesia saja, tetapi persoalan berbagai negara di dunia. Tiap negara punya respons berbeda-beda terkait konten negatif itu. Di Jerman misalnya, undang-undang begitu cepat dibuat disana untuk mengatasi isu hoax.
“Di Indonesia juga tanggap, hal itu dapat dilakukan dengan pembuatan Perppu,” ujar Rudiantara.
Menurut Rudiantara, media sosial di Indonesia saat ini telah “kebablasan.” Hal itu terlihat dengan banyaknya konten negatif. Ia menambahkan bahwa mungkin secara mayoritas digunakan untuk hal-hal yang positif, tetapi ada juga segelintir orang yang menggunakannya secara negatif. Menanggapi hal tersebut, Rudiantara punya dua cara untuk mengatasi adanya konten-konten negatif itu. Pertama, dilakukan penanggulangan di “hilir” yakni dengan pemblokiran, penutupan akun dan beberepa cara lainnya. Tetapi, menurut Rudiantara, hal itu tidak memberikan pendewasaan kepada masyarakat Indonesia di masa depan dan pemerintah akan dicap represif.
“Di hulu kami menyebutnya literasi, yakni bagaimana membuat masyarakat melek media sosial dan digital untuk menggunakannya dengan baik,” ujar Rudiantara.
Sementara itu, Rektor UGM, Prof. Panut Mulyono, juga menyoroti bagaimana kemajuan era digital yang tidak disikapi secara baik dan bijaksana oleh beberapa orang. Menurutnya, kalau tidak hati-hati kita semua juga dapat menerima segala informasi, seperti hoax, kabar bohong, hal-hal yang kurang benar, mengadu domba, dan lainnya. Hal ini tidak bisa kita hindari jika kita tidak memilih informasi-informasi yang bermanfaat. Oleh karena itu, Festival Literasi Digital ini menjadi begitu penting untuk kita ikuti agar di dalam menggunakan teknologi digital kita bisa bijaksana dan semuanya bermuara untuk kebermanfaatan bersama.
“UGM terus mendorong terkait literasi digital ini, salah satunya lewat Central For Digital Society (CFDS) yang mengerjakan hal-hal terkait tentang literasi digital,” papar Panut. (Humas UGM/Catur)