
Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Hifdzil Alim, S.H., M.H., menyatakan bahwa KPK dapat kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP Elektronik.
“Berdasarkan eksaminasi kami, KPK boleh saja menetapkan kembali dengan alat bukti yang didapat, dengan catatan KPK mengikuti prosedur yang benar untuk penetapan tersangka,” ujar peneliti PUKAT UGM, Hifdzil Alim, S.H., M.H., Kamis (19/10).
Hal ini ia sampaikan saat menggelar konferensi pers untuk mengumumkan hasil eksaminasi yang dilakukannya bersama 2 orang eksaminator peneliti PUKAT, Fatahilah Akbar dan advokat, Zahrul Arkom. Ia menjelaskan, keputusan hakim yang mengabulkan pra-peradilan Setya Novanto tidak serta merta melemahkan posisi KPK dalam menangani kasus ini.
“Secara hukum itu sudah kuat, dan secara politik seharusnya juga sangat kuat,” imbuhnya.
Terkait pernyataan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, yang akan melaporkan pimpinan KPK ke Bareskrim jika kembali menetapkan kliennya sebagai tersangka, Hifdzil menyatakan bahwa laporan itu tidak berdasarkan hukum sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Bahkan, jika tindakan pelaporan ini dirasa sebagai upaya untuk menghalangi penyidikan KPK maka KPK dapat memperkarakan tindakan tersebut.
“Misalnya mereka sengaja menghalangi para penyidik dipanggil ke Bareskrim sehingga kasus ini tidak diperiksa, kalau memang dirasa mengganggu KPK berhak melaporkan,” katanya.
Meski demikian, ia mengingatkan agar KPK tidak gegabah untuk kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. Meski alat bukti yang dimiliki KPK sudah sah dan cukup untuk mengeluarkan surat perintah penyidikan baru, ia meminta agar KPK dapat lebih memperhatikan prosedur formal yang harus dipenuhi.
Hal ini juga ditekankan oleh eksaminator lain, Fatahilah. Pengabulan pra-peradilan beberapa waktu lalu, menurutnya, menjadi pembelajaran agar penegak hukum bertindak dengan lebih tepat dan hati-hati dalam proses penyidikan.
“Dalam beberapa bagian apa yang dilakukan kemarin sudah tepat, tapi ada juga yang masih belum tepat. Kali ini harus lebih hati-hati,” ujarnya.
Seiring dengan perkembangan kasus ini, PUKAT akan terus mengkaji proses hukum yang telah berlangsung sebagai bentuk kontrol dan penilaian dari masyarakat, khususnya masyarakat akademisi. Para peneliti ini berharap agar ke depan pihak-pihak yang terkait, termasuk KPK dan lembaga peradilan, dapat lebih memperhatikan aturan-aturan yang harus ditaati.
“Kami pro dengan pemberantasan korupsi, tapi kami juga ingin agar KPK tetap mematuhi aturan yang ada. Ini yang menjadi perhatian kami,” tutup peneliti PUKAT, Laras Susanti. (Humas UGM/Gloria)