Inovasi dan perkembangan dalam penyusunan tatanan transportasi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia membutuhkan cukup banyak riset teknologi dan kebijakan, baik di sektor pemerintahan maupun di sektor korporasinya. Perbaikan struktur biaya transportasi dan upaya peningkatan efisiensi secara cerdas tanpa mengorbankan aspek keselamatan harus terus menerus didorong.
Lebih lanjut Prof. Dr-Tech.Ir.Danang Parikesit, M.Sc. (Eng) mengutarakan,†Pelibatan swasta dalam penyedian infrastruktur dan layanan transportasi merupakan area kajian yang diperdalam. Kerjasama pemerintah dan swasta akan memberikan kesempatan sektor swasta mendukung pemerintah yang kekurangan dana untuk membangun infrastruktur yang penuh risiko,†ungkap Prof. Dr-Tech.Ir.Danang Parikesit, M.Sc. (Eng) dalam pidato pengukuhan Guru Besar dirinya, Kamis (15/2) di Ruang Balai Senat UGM.
Padahal kata Prof Danang, Indonesia memiliki panjang jalan lebih dari 300.000 km dan merupakan yang terpanjang di antara Negara-negara Asia Tenggara, tetapi 40% diantaranya mengalami rusak ringan dan berat. Sedangkan panjang rel kereta api di Indonesia adalah 5.042,05 km yang merupakan hasil peninggalan sejarah Hindia Belanda sejak 1842 dengan 26% diantaranya dibangun mulai tahun 1876, dan hanya 4% yang dipasang baru antara tahun 1985-2001.
Di bidang transportasi perkotaan mengalami permasalahan yang sangat serius akibat migrasi penduduk desa ke kota. “Pertumbuhan urbanisasi saat ini berada di atas 1 % per tahun. Angkutan umum mengalami tekanan yang sangat berat akibat tingkat motorisasi yang demikian tinggi. Diperkirakan secara nasional terdapat penurunan pangsa pasar angkutan umum sebesar 1% tiap tahun apabila tidak ada reformasi mendasar yang dilakukan oleh pemerintah,†kata suami Dra. Dani Krisnawati, SH., M.Hum.
Adapun transportasi pedesaan dan derah terpencil semakin tidak diperhatikan, padahal dengan penduduk 270 juta jiwa pada tahun 2020, sebanyak 62% atau 162 juta penduduk hidup di pedesaan. “Angkutan pedesaan ini bertangggung jawab terhadap 10-25% harga komoditi pertanian non korporasi yang menjadi tumpuan pengentasan kemiskinan di daerah pedesaan. Dengan ketiadaan integrasi dengan pembangunan ekonomi daerah dan standar keselamatan minimum, pemberian subsidi tidak memberikan pull effect yang diharapkan,†jelas pria kelahiran Yogyakarta, 3 Juni 1965.
Menurut dosen Fakultas Teknik ini, Transportasi berkelanjutan membutuhkan konsep yang benar-benar membumi dan mampu menjadi ukuran yang jelas mengenai arah dan strategi transportasi ke masa depan. “Sebuah sistem transportasi yang kita bayangkan akan mampu menjadi wahana untuk membawa Indonesia menjadi maju dan sejahtera. Maju karena mampu membantu peningkatan daya saing bangsa melalui efisiensi sistem distribusi barang dan jasa. Sejahtera karena tatanan transportasi yang ada memperhatikan keadilan, baik keadilan yang ada di masyarakat maupun bagi generasi mendatang,†ujar Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gadjah Mada ini. (Humas UGM)