
Minat untuk mengkaji tentang Indonesia oleh masyarakat dunia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk belajar Bahasa Indonesia.
“Terjadi penurunan minat kajian Indonesia di luar negeri. Contohnya di Australia beberapa universitas di sana menutup program Indonesian Studies karena minim peminat,” kata Ika Nurhayati, Ph.D., dalam Seminar Nasional Isu-Isu Mutakhir Linguistik di Fakultas Ilmu Budaya UGM, Selasa (24/10).
Ika mencontohkan Studies di University of New South Wales (UNSW) yang berada di Sidney terpaksa menutup program kajian Indonesia karena sepi peminat. Hanya ada 23 mahasiswa yang terdaftar mengambil kajian Indonesia dalam satu semester.
“Saat ini lebih banyak mahasiswa yang tertarik mengkaji Asia Timur, seperti China dan Jepang,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, penurunan pendanaan untuk kajian Indonesia, termasuk bahasa daerah ditengarai menjadi faktor yang menyebabkan penurunan minat mengkaji Indonesia di luar negeri.
“Salah satu contohnya di Leiden, disana tidak ada lagi dana hibah untuk kajian Bahasa Jawa. Mahasiswa harus mencari hibah penelitian sendiri seperti dengan beaiswa LPDP dari Indonesia,” papar dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya ini.
Ika menyebutkan penurunan minat untuk mengkaji bahasa daerah juga terjadi di dalam negeri. Misalnya, pada masyarakat Jawa yang terlihat tidak menunjukkan ketertarikan terhadap bahasa mereka sendiri.
“Selama 42 tahun terakhir dari tahun 1970 hingga 2012 hanya ada 10 orang Indonesia yang menerbitkan artikel tentang Bahasa Jawa secara internasional,” ungkapnya.
Seminar tersebut menghadirkan Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A., Guru Besar FIB UGM. Putu banyak memaparkan tentang metafora nama binatang di Indonesia. Selain itu, juga menghadirkan Haru Deliana Dewi, Ph.D., dari Universitas Indonesia yang membahas tentang translation studies. Pada kegiatan kali ini turut dipresentasikan 91 paper terkait kajian linguistik karya mahasiswa, peneliti, dan juga dosen dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. (Humas UGM/Ika)