
Pakar pariwisata UGM, Dr. Ir. Djoko Wijono, M.Arch., menuturkan bahwa pengelola lokasi wisata Tebing Breksi yang kini tengah naik daun perlu membenahi infrastruktur untuk mengakomodasi keperluan wisatawan.
“Jangan sampai seakan-akan semuanya ingin mengeksplorasi objek wisata, tapi hal-hal lainnya tidak dipikirkan. Kalau seperti itu justru bencana yang akan terjadi dan tempat wisata ini tidak bisa berkelanjutan,” ujarnya Selasa (24/10) di Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM.
Hal ini ia sampaikan dalam diskusi terkait kebutuhan pengelolaan fasilitas dan infrastruktur pariwisata Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, yang mulai dikenal dengan beberapa objek wisata, seperti Candi Ijo dan Tebing Breksi.
Joko menyebutkan bahwa fasilitas bagi pengunjung, seperti akses jalan yang baik serta toilet yang dilengkapi dengan air bersih perlu dibangun dengan baik mengingat jumlah pengunjung terus melonjak.
Destinasi wisata yang mulai dikenal umum sejak tahun 2015 lalu memang mendapat animo yang terus meningkat dari masyarakat. Mulai dari 5 ribu pengunjung di tahun 2015, pada tahun 2016 jumlah pengunjung meningkat drastis menjadi 316 ribu pengunjung dan hingga akhir September jumlah pengunjung tahun 2017 telah melebihi 600 ribu.
Lonjakan pengunjung ini dirasa cukup mengagetkan bagi warga yang mengelola wisata tersebut. Karena itu, mereka mengaku kewalahan untuk menyediakan fasilitas yang sesuai dengan tuntutan pengunjung.
“Kami tidak menyangka bahwa antusiasme masyarakat begitu tinggi dan pariwisata kami yang baru lahir sudah harus menghadapi pengunjung yang begitu banyak dengan kebutuhan fasilitas yang juga banyak,” ujar ketua kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Sambirejo, Mujimin.
Ia menambahkan, untuk mengembangkan objek wisata di desa tersebut menjadi destinasi wisata yang memberikan kenyamanan bagi pengunjung, diperlukan keterlibatan dari berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun pihak swasta. Ia pun mengapresiasi bantuan dari PUSPAR UGM bersama Dinas Pariwisata yang telah melakukan pemetaan potensi wisata dan mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur untuk pengembangan ke depan.
“Dampak ekonomi dari pariwisata ini telah kami rasakan, tapi kami memerlukan bantuan dari UGM karena tantangan ke depan juga masih banyak,” imbuhnya.
Senada dengan hal tersebut, peneliti PUSPAR, Prof. Dr. M. Baiquni, M.A., menyatakan bahwa pariwisata memang membawa dampak positif dan negatif, atau mengandung apa yang ia sebut sebagai tonic dan toxic.
Meski dipandang sebagai aktivitas yang dapat mendorong perekonomian wilayah, kesempatan tenaga kerja, dan ekonomi kreatif, pariwisata juga dapat memunculkan marjinalisasi aset lahan masyarakat, peningkatan harga kebutuhan, atau problem sampah dan polusi lingkungan. Karenanya, perencanaan dan pengelolaan aktivitas perlu menjadi perhatian penting.
“Topik mengenai kebutuhan pengelolaan fasilitas dan infrastruktur pariwisata ini adalah salah satu elemen terpenting jika kita ingin membangun sebuah desa wisata,” ucap Baiquni.
Ia menyatakan bahwa kondisi alam dan sejarah dari Tebing Breksi ini sendiri cukup unik dan menarik. Karena itu, dengan pengelolaan yang tepat kawasan ini diharapkan dapat berkembang menjadi destinasi wisata unggulan layaknya destinasi wisata di luar negeri yang telah lebih dulu dikenal.
“Di Singapura ada bukit Timah yang kini menjadi greenzone dengan jalur lari dan sebagainya. Lalu di Thailand ada Phuket yang dulu bekas tambang yang tidak karuan tapi belakangan menjadi destinasi yang terkenal. Saya harap desa ini bisa memetakan apa yang sudah bagus, yang masih kurang, dan yang perlu dikembangkan agar tidak kalah dengan tempat wisata lain,” jelasnya. (Humas UGM/Gloria)