
Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Yogyakarta mengalami penurunan dibandingkan dengan jumlah kasus tahun 2016 lalu. Koordinator Surveilans EDP Yogya, dr. Citra Indriani, menjelaskan data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta hingga akhir September terdapat 374 kasus dan 2 di antaranya berakhir dengan kematian. Citra menambahkan jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun sebelumnya yang mencapai 1.307 kasus pada periode yang sama.
Meski kasus DBD turun, Citra tetap mengimbau agar masyarakat waspada. Ia mengimbau masyarakat tetap menggalakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk memutus mata rantai perkembangbiakan nyamuk. Menurut Citra, PSN efektif mengendalikan DBD selama dilakukan secara konsisten. Citra menjelaskan bahwa memasuki musim penghujan, tempat perindukan nyamuk meningkat
Terkait langkah antisipasi mewabahnya DBD musim hujan ini, Citra menganjurkan masyarakat untuk segera ke Puskesmas jika ada masyarakat menderita demam tinggi selama 1-2 hari.
“Seluruh Puskesmas di Kota Yogyakarta sudah dilengkapi alat deteksi dini DBD untuk membantu mengonfirmasi apakah masyarakat terjangkit DBD atau tidak,” jelas dr. Citra.
Sementara itu, ahli serangga EDP Yogya, Warsito Tantowijoyo, menggarisbawahi terkait peningkatan populasi nyamuk di Kota Yogyakarta yang berkisar 10-60 persen. “Jenis (nyamuk) yang naik didominasi oleh Aedes aegypti dan Ae. albopictus,” jelas Warsito.
Hasil yang ia peroleh berasal dari sampel BGTrap, alat perangkap nyamuk dewasa yang dipasang di lebih dari 400 tempat di Kota Yogyakarta. Sampel nyamuk yang terperangkap dalam BGTrap diambil sepekan sekali dan diidentifikasi untuk mengetahui gambaran populasinya di Kota Yogyakarta.
Melalui BGTrap pula, EDP Yogya memperoleh data persentase nyamuk Ae. aegypti ber-Wolbachia yang telah dilepaskan di 40 persen wilayah Kota Yogyakarta. Pelepasan nyamuk tahap pertama di Kecamatan Tegalrejo dan Wirobrajan telah selesai dengan lancar.
“Kami titipkan sekitar 2.000 ember di tahap pertama, dan seluruhnya sudah ditarik,” jelas Warsito. Peletakan yang berlangsung tujuh bulan itu sukses salah satunya berkat kerja sama masyarakat yang mau menjadi orang tua asuh ember berisi telur nyamuk ber-Wolbachia tersebut.
Adapun peletakan ember tahap kedua di 12 klaster masih berlangsung. EDP Yogya membuat 24 klaster yang terdiri dari 35 kelurahan di Kota Yogyakarta dan dua desa di Kabupaten Bantul namun hanya melakukan peletakan di separuhnya saja. “Sudah lima klaster yang kami tarik embernya,” jelas Warsito. Pihaknya menarik ember telur ketika persentase nyamuk ber-Wolbachia di wilayah setempat telah mencapai ambang batas tertentu. Setelah ambang batas tersebut tercapai, populasi nyamuk ber-Wolbachia akan mampu berkembangbiak secara alamiah. (Humas UGM/Catur)