Yogya, KU
Pakar Kebijakan Publik UGM Prof Dr Sofian Effendi mengusulkan revisi UU No 3 tahun 1950 sebagai solusi dari kemandegan RUU keistimewaan yang samapai saat ini yang belum juga dibahas dan disahkan oleh DPR. Sofian menilai, tiga draft RUUK yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kepatihan dan Depdagri tidak akan selesai dibahas oleh DPR karena waktu yang diperlukan sangat terbatas, apalagi bulan April nanti DPR melakukan reses.
Menurut Sofian, waktu selama lima bulan (setelah rese) akan sulit bagi DPR untuk membahas ketiga draft RUUK tersebut. Apalagi saat ini belum satupun draf yang sudah dibahas oleh DPR.
“Ketiga draf RUUK sangat musykil untuk diselesaikan hingga tahun 2008 ini, jika sampai bulan oktober 2008 RUUK belum juga selesai dikhawatirkan adanya amuk massa dan semacam revolusi masyarakat DIY akibat adanya kekosongan kepemimpinan DIY, sebab masa jabatan Sultan akan berakhir bulan oktober tahun ini,†ujar Sofian dalam acara Forum Kebijakan Mencari solusi alternatif Kemandegkan RUU Keistimewaan Yogyakarta, Rabu (13/2) di Gedung MAP UGM.
Ikut menjadi pembicara, Ketua DPRD DIY Akhmad Djuwarto, Direktur INPEDHAM Dr Sugeng Bayu Wahyono dan Ketua Ismoyo.
Sofian mengusulkan revisi UU no 3 1950 sebagai solusi mengatasi kemandegkan pembahasan RUUK, alasan Sofian, waktu pembahasan revisi UU yang jauh lebih pendek yakni sekitar tiga bulan.
“Pembahasan revisi UU No 3 tahun 1950 ini cukup pendek, hanya butuh waktu sekitar tiga bulan melalui usulan dari pimpinan DPR kemudian diteruskan ke komisi II segera dibahas dan selanjutnya akan dibawa kepada sidang paripurna,†tambahnya.
Perubahan UU No 3 tahun 1950 ini, kata Sofian, substansi tidak jauh berbeda dengan ketiga draft keistimewaan DIY dengan adanya tambahan menjadi 5 bab, enam pasal dan 27 ayat yang berisi hal tentang pengangkatan sultan dan paku alam sebagai kepala dan wakil kepala daerah DIY.
Dijelaskan Oleh Sofian, Perubahan UU No 3 tahun 1950 segera dilakukan mengingat masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tinggal 9 bulan lagi. Dirinya pun kembali menegaskan bahwa pemantapan keistimewaan DIY sebaiknya dilakukan melalui perubahan UU No 3 tahun1950 karena dapat dilakukan relatif lebih cepat daripada mengajukan RUU Keistimewaan yang ada 3 versi tersebut.
Sementara Ketua DPRD DIY Akhmad Djuwarto, sependapat dengan apa yang telah dikhawatirkan Sofian, apabila RUUK mengalami kemandegkan akan menyebabkan kekacauan lebih besar bagi masyarakat DIY.
Diakui Djuwarto, dirinya juga masih belum tahu persis penyebab lambannya DPR membahas RUUK. Dirinya pun menyimpan kecurigaan yang lebih besar, upaya untuk mengolkan RUUK DIY mesti harus mengeluarkan biaya yang lebih besar bagi anggota DPR untuk segera membahasnya.
“Kita dari temen DPRD sempat menanyakan hal itu ke DPRD Papua atas lolosnya UU Otonomi Khusus, kita memperoleh jawaban tentang besarnya cost yang mereka telah keluarkan untuk meloloskan UU tersebut, jadi saya sempat bertanya, apakah DIY ini lamban karena kurang angkanya,†jelas Djuwarto yang disambut tawa dari segenap peserta yang hadir. (Humas UGM/Gusti Grehenson)