
Menteri Sekretaris Negara, Prof. Dr. Pratikno, menyatakan bahwa perubahan teknologi membawa perubahan pada demokrasi dan politik di Indonesia dan dunia.
Hal ini ia sampaikan saat menjadi pembicara kunci dalam International Seminar on Social and Political Sciences (ISSOCP), Kamis (23/11) di University Club UGM.
“Cara-cara baru dalam kampanye, kemunculan isu-isu baru dan berita palsu menandai pergeseran yang penting dalam demokrasi dan politik. Teori-teori yang kita pelajari dulu sudah berubah,” ujar Pratikno dalam seminar bertema “Trust Building in Digital Revolution” ini.
Kemajuan teknologi, menurutnya, membuka media-media baru bagi aktivitas politik, sekaligus juga membuat sarana politik yang lama menjadi kurang relevan. Kampanye politik, misalnya, kini dapat dilakukan secara lebih efektif dengan memanfaatkan analisis big data, dan agenda setting dapat dilakukan dengan membuat viral ide tertentu di sosial media atau membuat petisi secara daring.
Perubahan ini, ujar Pratikno, membuat perantara seperti partai politik menjadi seolah tidak lagi diperlukan karena generasi milenial telah menciptakan cara sendiri untuk membuat suara mereka terdengar.
“Di dalam politik intermediasi jadi seperti tidak berperan karena di-bypass oleh digital,” imbuhnya.
Jika tidak mau dianggap tidak lagi relevan, pemerintah sama halnya dengan perusahaan-perusahaan yang mencoba untuk mempertahankan bisnis mereka, harus turut berubah sesuai dengan tuntutan zaman demi turut mengambil keuntungan dari perkembangan teknologi.
Pratikno menambahkan pemerintah saat ini menjalankan berbagai upaya melalui lembaga pendidikan dan inisiatif masyarakat, serta bagaimana mendorong startup muda untuk mengembangkan solusi penyelesaian masalah sosial. Di tengah gempuran disrupsi teknologi, ia menumpukan harapan pada generasi muda supaya menghasilkan ide-ide dan mengambil inisiatif melalui demokrasi digital untuk menciptakan pelaku demokrasi digital bagi kebaikan bangsa, bukan untuk menghancurkan negara dengan penyebaran kebohongan.
“Untuk menyelesaikan masalah, kita harus menjadi disrupsi kreatif, menghancurkan disrupsi-disrupsi yang dapat membawa kehancuran,” kata Pratikno.
Ia pun mendorong para pemuda untuk melawan pemanfaatan teknologi secara negatif dengan membanjiri dunia maya dengan hal-hal yang baik. Ia percaya bahwa pemuda yang lebih mengerti teknologi memiliki kapasitas yang diperlukan untuk menjadi agen perubahan.
“Yang penting melakukan banyak kebaikan dan memberitakan kebaikan itu agar informasi yang masuk ke masyarakat hal-hal yang baik, bukan berita-berita palsu,” tuturnya.
Seminar internasional ini sendiri diadakan sebagai bagian dari rangkaian peringatan Dies Natalis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) ke-62. Selain Pratikno, seminar ini turut menghadirkan beberapa pembicara terkemuka, di antaranya pengajar di Hong Kong Baptist University, Prof. Dr. Cherian George, serta Dr. Stephen Leigh Miller dari Charles Darwin University yang juga menjadi profesor tamu di FISIPOL UGM.
“Tema yang diangkat dalam seminar ini relevan dengan situasi nasional dan global hari ini. Saya harap melalui seminar ini kita tidak hanya memahami fenomena tersebut tapi secara konkrit menghasilkan solusi bagi persoalan yang kita alami,” ujar Dekan FISIPOL UGM Dr. Erwan Agus Purwanto. (Humas UGM/Gloria)