Masa lalu sebagai pertanggungjawaban masa depan, itulah konsep yang mendasari pendirian Pusat Kebudayaan UGM. Banyak tokoh senior UGM gelisah terhadap terjadinya pendangkalan budaya. Para budayawan UGM tersebut menyesalkan produk-produk budaya lahir tanpa dilatari riset. Bahwa, produk-produk budaya begitu tunduk pada ekonomi pasar dan melupakan tugas-tugas sosial-kemanusiaannya.
Demikian pernyataan Rektor UGM Prof Dr Sofian Effendi, saat membuka Pusat Kebudayaan UGM, Sabtu, (3/3), di UGM Bulaksumur Yogyakarta.
“UGM banyak menerima tuntutan untuk melakukan pengembangan dan pelestarian budaya bangsa serta menyemaikannya ke dalam diri para mahasiswanya, baik melalui kegiatan penelitian, pendidikan dan pelatihan. Tugas-tugas pengembangan, pelestarian dan penyemaian hasil budaya bangsa tersebut, saat ini masih diemban di pusat-pusat penelitian dan Pusat Kebudayaan Universitas Gadjah Mada,†ujar Rektor.
Ringkas kata, menurut Sofian, tugas-tugas strategis tersebut meliputi apresiasi terhadap komunitas-komunitas budaya untuk merunut sejarah dan aktor budaya di lingkungan kreativitasnya, untuk meyakinkan daya kreatifnya, kebebasannya berkreasi dan tugas kesejarahannya di sebuah dunia yang mulai kehilangan akar kulturalnya. “Dengan demikian strategi UGM, bahwa melalui Pusat Kebudayaan adalah mengumpulkan atau membangun suatu warisan budaya yang meliputi budaya intelektual, bahasa, kesenian, dan sebuah komunitas peneliti yang memungkinkan kebudayan itu lestari, sekaligus memfasilitasi solusi-solusi ketika terjadi perubahan-perubahan kritis yang setiap saat akan melanda bangsa,†tambah Sofian.
Dirinya mengungkapkan pula, jika tugas-tugas itu berlangsung baik, maka sangat dimungkinkan dalam waktu dekat UGM akan memiliki beberapa laboratorium budaya di daerah-daerah, sebagai bentuk kerjasama strategis dengan pemerintah-pemerintah daerah di tanah air. “Melalui laboratorium budaya inilah, kelak UGM dengan Pusat Kebudayaan akan bekerjasama dengan UNESCO untuk menginventarisasi budaya-budaya immaterial yang perlu dilindungi secara internasional,†tandas dosen MAP UGM.
Sementara Gubernur Daerah Istimewa Yogykarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyambut baik kehadiran Pusat Kebudayaan UGM dan berharap dengan momentum launching Pusat Kebudayaan UGM ini, persoalan bagaimana mereaktualisasi kebhinekaan dalam perspektif ketahanan sosial budaya, dapat dijadikan landasan gerak Pusat Kebudayaan UGM ke depan sesuai dengan Rencana Strategis UGM 2003 – 2007 dalam membangun learning society dan knowledge society.
Selain Wakil Rektor UGM, Direktur di lingkungan UGM, Dekan dan Wakil Dekan, budayawan dan seniman Yogyakarta, tampak hadir WS Rendra yang menyampaikan orasi budaya berjudul “Tradisi Dalam Kebudayaanâ€. (Humas UGM).