
Dua orang akademisi dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fisipol UGM, Muhadi Sugiono dan Yunizar Adiputera akan menghadiri upacara penyerahan hadiah nobel 2017 di Oslo pada 10 Desember mendatang. Keduanya diundang mewakili Institute of International Studies Fisipol UGM yang menjadi mitra organisasi International Campaign to Abolish Nuclear Weapon (ICAN) yang tahun ini dianugerahi penghargaan nobel perdamaian.
Yunizar Adiputera mengatakan pemberian penghargaan hadiah nobel kepada ICAN sebagai momentum untuk menyadarkan masyarakat global tentang pentingnya isu perlucutan senjata nuklir di tengah ancaman adanya risiko perang nuklir di semenanjung Korea. “Nobel prize bukan hadiah untuk melihat bahwa ICAN sebagai sebuah organisasi namun sebagai momentum untuk peduli keberlangsungan hidup penduduk di muka bumi dari ancaman senjata nuklir,” kata Yunizar kepada wartawan, Rabu (6/12).
Ia mengatakan situasi saat ini di semenanjung Korea beberapa negara dianggap masih menyimpan senjata nuklir, seperti Korea Utara dan Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki senjata nuklir. “Kita berada di situasi konflik ketika ada negara masih memiliki senjata nuklir. Ada risiko perang nuklir sehingga bisa membahayakan penduduk dunia,” katanya.
Soal penghargaan nobel perdamian kepada ICAN yang telah mengampanyekan isu perlucutan senjata nuklir sejak 2013 lalu, menurut Yunizar, pemberian penghargaan tersebut hasil capaian kemenangan bersama penduduk dunia tentang isu kemanusiaan dari perlucutan senjata nuklir. “Bagi kita, anugerah ini adalah kemenangan bersama, hasil jerih payah dari organisai mitra yang ada di seluruh dunia termasuk Indonesia,” ujarnya.
Undangan dari ICAN untuk menghadiri upacara penganugerahan tersebut merupakan bentuk apresiasi kepada masyarakat sipil dan organisasi non negara yang telah berjuang bersama-sama mendukung upaya pelarangan senjata nuklir. “Kita tahu ICAN itu koalisi dari 100 negara dengan 400 lebih jaringan mitra dari seluruh dunia,” ujarnya.
Senada dengan itu, Muhadi Sugiono mengatakan posisi Indonesia tidak berkepentingan langsung dengan isu perlucutan senjata nuklir karena Indonesia tidak memiliki senjata nuklir. Namun, peran Indonesia sebagai negara anggota non blok dan memiliki pengaruh di kawasan Asia Tenggara dipandang sangat berpengaruh.
“Suara dari Indonesia dipandang penting dan sangat diharapkan. Tugas kami di situ, melobi pemerintah ketika itu termasuk pemerintah di kawasan Asia Tenggra. Bahkan, dalam pertemuan internasional dan sidang PBB, tidak hanya berurusan dengan utusan dari RI namun melakukan lobi dan dipomasi dengan utusan negara lain,” katanya.
Dikatakan Muhadi, kepemilikan senjata nuklir jika tidak dihentikan maka akan berdampak bagi penduduk di muka bumi karena partikel nuklir akan memengaruhi iklim dan lingkungan. “Apabila partikel nuklir sampai ke lapisan bumi akan mengancam penurunan kualitas udara dan suhu bumi,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)