Museum UGM meresmikan Ruang Sardjito, pada hari Senin (4/12). Ruang Prof. Sardjito menempati salah satu ruang di Museum UGM yang terletak di Kompleks Bulaksumur D6-D7, Kampus UGM.
Sektiadi, S.S., M.Hum dari Museum UGM mengungkapkan sosok Prof. Sardjito tidak asing bagi sivitas akademika UGM. Rektor pertama UGM ini namanya diabadikan untuk banyak tempat, salah satunya untuk nama rumah sakit terbesar di DIY.
“Sosok ini, namanya digunakan untuk Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. Namun, tidak semua orang tahu siapa Sardjito sebenarnya,” ujar Sektiadi.
Prof. Sardjito, kata Sektiadi, pernah menjadi rektor Universitas Islam Indonesia, dan ia menjadi orang Indonesia pertama yang menjabat di perusahaan vaksin Bio Farma.
Sosok Sardjito juga seorang yang memperhatikan masalah seni dan kepurbakalaan. Ia pernah mempresentasikan makalah dalam pertemuan ilmiah di Filipina.
“Ia mempresentasikan soal seni arca kuno di Indonesia, termasuk yang berada di Candi Borobudur saat itu,” papar Sektiadi.
Mengingat banyak kiprah yang dilakukan Prof. Sardjito maka Museum UGM cukup berkepentingan dengan sosok ini. Ia sangat berjasa dalam berbagai kegiatan ilmiah, sosial kemasyarakatan, dan perjuangan kebangsaan.
“Jasanya bukan hanya untuk UGM, namun juga untuk berbagai lembaga dan masyarakat luas. Oleh karena itu, satu ruang khusus didedikasikan untuk beliau,” tuturnya.
Oleh karena itu, dalam tata pamer di Museum UGM, ruang Prof. Sardjito digambarkan sebagai seorang ilmuwan dan seorang birokrat yang tidak terlepas dari sisi kemanusiaan dimilikinya.
Di ruang khusus Museum UGM, sosok Sardjito berpose sedang duduk di belakang meja. Pose dan tipe semacam ini saat ini sudah mulai dihindari oleh para ilmuwan, dosen, apalagi birokrat.
“Meja persegi terbuat dari bahan jati dipelitur satu warna cokelat, yang mungkin pada waktu itu pun terlalu sederhana. Tidak ada ornamen pada meja itu, tidak pula lekuk-bidang yang berlebih,” kata Sektiadi.
Sementara itu, sosok profesor ditampilkan dengan replika toga yang diletakkan pada gantungan jas. Sedangkan toga aslinya disimpan di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta.
Sebagai ilmuwan, jelas Sektiadi, pada ruangan di Museum UGM dilengkapi dengan rak buku, simbol dari pencarian (ilmu/kebenaran) dan mesin ketik, gambaran dari pengejawantahan gagasan dan diseminasi pengetahuan serta karya. Sedangkan radio kesayangan diletakkan di sisi meja, menemani pencarian, perenungan, dan upaya objektifikasi tersebut.
“Beberapa karya seperti obat-obatan temuan juga ditampilkan pada meja kecil untuk menunjukkan karya nyata beliau. Ruang rekaan ini dibuat oleh seniman Wilman Syahnur dari Yogyakarta yang terkenal dengan patung “Obama Naik Becak,” jelas Sektiadi.
Peluncuran Ruang Sardjito dihadiri oleh Dekan FIB, Kepala Seksi Promosi dan Inovasi Bidang Permuseuman Dinas Kebudayaan DIY, perwakilan keluarga Prof. Dr. dr. M. Sardjito, M.P.H., serta para undangan.
Ketua Pengelola Museum UGM, Dr. Mahirta, menyatakan bahwa peresmian Ruang Sardjito merupakan satu langkah yang diambil untuk menyempurnakan museum agar dapat dinikmati masyarakat. Sementara itu, Dekan FIB UGM, Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., D.E.A., menyatakan bahwa museum perlu menyampaikan kepada masyarakat narasi yang disusun atas objek yang dimiliki.
Drs. Rahmat Suabadi sebagai wakil Dinas Kebudayaan menyampaikan harapan agar bantuan Dinas Kebudayaan kepada museum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Ini bisa menjadi contoh bagi generasi karena bagaimanapun Sardjito adalah sosok yang sederhana.
“Semua bisa dilihat dari benda-benda pada pameran tersebut. Ruang Dr. Sardjito disiapkan oleh Tim Museum UGM, dengan bantuan pembuatan patung dan replika dari Dinas Kebudayaan DIY,” katanya. (Humas UGM/ Agung)