
Memperingati 50 tahun berdirinya organisasi regional Asia Tenggara, ASEAN, Institute of International Study UGM meluncurkan buku yang diberi judul 50 Years of Emity and Enmity: The Politics of ASEAN Cooperation.
“Dalam buku ini kami berusaha melihat bagaimana ASEAN bisa menjalin kerja sama yang sedemikian rupa, meski ada ketidakharmonisan di kalangan negara-negara anggota tapi ASEAN mampu berdiri dan tetap hadir selama 50 tahun,” ujar Dosen Ilmu Hubungan Internasional UGM, Poppy S. Winanti, dalam acara soft launching dan diskusi buku ini, Kamis (7/12) di DigiLib Cafe FISIPOL.
Poppy menuturkan, dalam 50 tahun keberadaannya, ASEAN mengalami berbagai dinamika dan tantangan. Buku ini berusaha melihat bagaimana kerja sama-kerja sama yang dilakukan oleh negara anggota ASEAN dalam berbagai sektor spesifik.
Ia menambahkan, dalam berbagai diskursus mengenai ASEAN, organisasi regional ini sering dibandingkan dengan model regionalisme ala Uni Eropa. Meski demikian, Poppy menyebutkan bahwa keduanya tidak bisa selalu dibandingkan karena regionalisme ASEAN memiliki kekhasan tersendiri yang meski kerap menimbulkan kritik, namun membuatnya unik dari model regionalisme lain.
“Ciri khas dari regionalisme dalam ASEAN sering disebut sebagai salah satu penghambat, tapi kami ingin melihat ASEAN secara berbeda terlepas dari kritik-kritik tersebut. Toh ternyata negara-negara ASEAN bisa bekerja sama dengan caranya sendiri,”imbuh Poppy yang bertindak sebagai editor dalam penyusunan buku ini.
Senada dengan hal ini, signifikansi pembahasan mengenai ASEAN di dalam momen peringatan 50 tahun ini juga dikemukakan oleh dosen HI UGM, Muhammad Rum. Ia menyebut 3 alasan mengapa buku yang melibatkan 10 kontributor ini menjadi buku yang penting, yaitu karena besarnya peran ASEAN yang disebut sebagai soko guru politik luar negeri Indonesia, fakta bahwa dalam 50 tahun sejak hari berdirinya, ASEAN semakin menunjukkan kekuatannya di kancah dunia.
Selain itu, ia juga menyebutkan mengenai ASEAN Way yang telah melahirkan berbagai perspektif berbeda terhadap organisasi ini, baik pandangan yang optimis, pesimis, maupun apologetik.
Sukmawani Bela Pertiwi, dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara, yang menjadi pembahas dalam diskusi buku ini menyampaikan pujian serta masukan bagi buku ini yang dianggap sebagai sebuah buku yang mampu menghadirkan berbagai cerita-cerita menarik seputar ASEAN, sesuatu yang sulit didapatkan dari buku-buku lain.
“Kelebihan dari buku ini terletak pada kekayaan cerita di dalam masing-masing studi kasus, juga dalam informasi dan data-data yang diberikan yang mungkin sulit diperoleh di tempat lain,” ujarnya. (Humas UGM/Gloria)