
Menjelang bergulirnya Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu Serentak 2019, para politisi dan calon kepala daerah akan berkompetisi untuk merebut hati para pemilih. Namun begitu, para calon kepala daerah dan politisi diharapkan tidak menggunakan isu yang bisa memecah belah masyarakat. Para calon kepala daerah dan caleg diharapkan menunjukkan sikap untuk siap menang dan kalah, sebab pemilu bukan hanya cara untuk merebut kekuasaan namun lebih dari itu meningkatkan kematangan masyarakat dalam politik dan berdemokrasi.
Demikian yang mengemuka dalam Diskusi Teras Kita bertajuk Outlook 2018, Tantangan Indonesia di Tahun Politik yang berlangsung di ruang Balai Senat lantai 2, Gedung Pusat UGM, Jumat (15/12). Diskusi yang diselenggarakan oleh PP Kagama dan Kompas ini menghadirkan tiga orang pembicara, yakni pengamat sosiologi politik dari Fisipol UGM, Dr. Arie Sudjito, pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Denni Puspa Purbasari, Ph.D., dan Guru Besar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Eddy OS Hiariej.
Arie Sudjito menilai tahun 2018 merupakan tahun di saat masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik. Bagi Arie, masyarakat sebenarnya sudah terbiasa mengikuti proses pilkada dengan baik. Namun, yang menjadi persoalan, kata Arie, kesiapan mental pada calon kepala daerah yang tidak siap untuk menerima kekalahan sehingga menggunakan segala cara untuk menang. “Yang jadi masalah mental politisi kita yang tidak siap kalah. Pemilu masih dipahami fase untuk perebutan kekuasaan sehingga melepaskan taggung jawab politik dan moral,” kata Arie.
Ia mengharapkan KPU perlu ikut andil untuk mengedukasi politisi serta para pemilih untuk meminimalkan pelanggaran dalam kegiatan pemilu dan pilkada, seperti menggunakan isu sentimen yang berbau SARA dan politik uang. “Kita harus mengubah persepi yang selama ini negatif soal pemilu dan pilkada menjadi persepsi positif,” katanya.
Guru Besar Hukum Pidana dari FH UGM, Prof. Dr. Eddy OS Hiarej, menilai konstelasi pilkada tahun depan akan makin memanas karena banyak calon kepala daerah petahana yang mencalonkan diri kembali. Sementara banyak laporan yang masuk ke Mabes Polri soal indikasi para Bupati dan Gubernur yang melakukan korupsi.”Kita tahu persyaratan untuk dicalonkan dalam pemilukada tidak boleh menyandang status tersangka. Saya kira ini bom waktu pada pilkada dan pemilu,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Eddy juga mengkritis pelanggaran pemilu berupa penggunaan politik uang yang tidak bisa dijerat dalam UU Tipikor karena dimasukkan dalam UU pemilu. Akibatnya, perilaku korup untuk merebut kekuasaan tersebut sulit untuk diberantas. “Money politic dianggap korupsi tapi masuk dalam UU Pemilu,” ujarnya.
Sementara itu, Denni Puspa Purbasari, Ph.D. mengatakan baik dan buruknya situasi politik sangat mendukung jalannya ekonomi sehingga situasi politik yang kondusif akan mendorong pertumbuhan ekonomi. “Kebijakan ekonomi yang baik harus didukung dari sisi politik agar bisa jalan,” katanya.
Ketua PP Kagama, Ganjar Pranowo, SH., mengatakan salah satu persoalan dalam konstelasi politik adalah soal kematangan dan kedewasaan seorang calon politisi dan kepala daerah dalam berpolitik. “Yang tidak waras dalam politik itu, bisa jadi orang tidak punya ide lalu jual isu. Kemudian isu itu dikemas lewat medsos. Bagi saya, demokrasi dalam dunia virtual belum menunjukkan kejelasan, lebih banyak cerita yang tidak mengenakkan,” katanya.
Ganjar kemudian mengutip pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, “Jika Anda menang kampanye dengan memecah belah masyarakat maka akan sulit menyatukan mereka kembali, sudah jelas ini. Mari kita kedepankan nilai moral dan nilai-nilai Pancasila. Jangan jadi ‘kompor’,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson;foto: Firsto)