Walau sumber penularan belum diketahui secara pasti, kasus kematian berkaitan flu burung terus bertambah. Di Indonesia, hingga Februari 2007 tercatat 83 orang terkonfirmasi menderita flu burung, dan 63 orang diantaranya meninggal dunia.
Banyak ahli mengkhawatirkan kemungkinan munculnya subtipe baru virus influenza yang mampu menular dari manusia ke manusia, karena hingga saat ini virus H5N1 diduga telah mampu menular dari unggas ke manusia. “Kemungkinan ini dapat terjadi apabila muncul adanya virus subtipe baru yang terbentuk akibat mutasi adaptif atau reasorsi virus AI asal unggas dan virus human influenza,†ungkap Prof drh Widya Asmara SU PhD di Balai Senat UGM, Senin, (12/3).
Wakil Ketua Pusat Studi Bioteknologi UGM menyampaikan hal tersebut saat mengucap pidato pengukuhan sebagai Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Dihadapan Majelis Guru Besar UGM dan para tamu undangan, anggota Panel Ahli KOMNAS FBPI (flu burung) ini mengucap pidato pengukuhan berjudul “Peran Biologi Molekuler Dalam Pengendalian Avian Influenza dan Flu Burungâ€.
“Didalam perkembangannya subtipe virus AI mutan ini mungkin terus mengalami mutasi yang dapat berakibat pada shift dan/atau drift antigenik yang dapat meningkatkan kemampuan virus tersebut untuk menginfeksi sel-sel dalam tubuh manusia, sehingga terjadi penularan antar manusia yang merupakan awal dari pandemi global flu burung. Seperti yang pernah terjadi di tahun 1918 – 1919 yang disebut Spanish Flu, tahun 1957 – 1958 Asian Flu dan tahun 1967 – 1968 disebut Hongkong Flu,†jelas Prof Widya.
Di bagian lain pidatonya, Prof Widya Asmara mengungkapkan, sampai saat ini belum ada indikasi adanya isolat virus aflian influenza (VAI) di Indonesia yang memiliki potensi menular dari orang ke orang. Secara genetik, diduga orang-orang tertentu memang mempunyai kepekaan lebih terhadap VAI.
“Secara keseluruhan patogenitas VAI dipengaruhi multifaktor, antara lain susunan gen virus, latar belakang genetik, kondisi imunitas hospes dan dosis infeksi,†tukas pria kelahiran Yogyakarta, 5 Mei 1954 ini.
Meski begitu, kata dia, penderita flu burung dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat. Menurutnya, diagnosa dini sangat diperlukan untuk penanganan pasien dengan cepat dan tepat.
“Teknologi berbasis biologi molekuler sangat diperlukan dalam penegakan diagnosa, analitik genetik virus dan epidemologi molekuler flu burung, serta penyusunan vaksin ideal. Kondisi kesehatan umum serta status imunitas hewan dan manusia sangat penting dalam menangkal infeksi VAI. Pola hidup sehat dan pola beternak yang benar menjadi kunci dalam pencegahan terjadinya pandemik influenza,†tandas suami Laras Gambiralit Djajaningrum, ayah empat putra ini. (Humas UGM)