
Presiden RI, Joko Widodo, mengutarakan kritik terhadap pengelolaan hutan Indonesia yang dianggap belum menunjukkan hasil sebanding dengan anggaran yang besar setiap tahunnya.
Kementerian Kehutanan serta Perhutani, menurutnya, belum mampu menghasilkan hutan yang memiliki fungsi konservasi sekaligus menjadi sumber pemasukan negara dari hasil produknya.
“Di Kemeterian Kehutanan anggaranya berapa triliun setiap tahun, tapi hasilnya apa? Tunjukkan pada saya hutan yang jadi. Nggak ada, selain satu yaitu di Wanagama,” ujarnya saat menghadiri acara Temu Kangen Rimbawan Bulaksumur, Selasa (19/12) di Fakultas Kehutanan UGM.
Ia membandingkan peran sektor kehutanan di Indonesia dengan Norwegia, yang ia sebut telah berkontribusi besar bagi pendapatan per kapita negara tersebut yang terbilang sangat tinggi. Sebagai negara yang memiliki tanah yang subur serta sumber daya hutan yang melimpah, Indonesia harus bisa memperoleh pemasukan negara yang lebih besar dari sektor kehutanan.
“Saya lihat dari hulu sampai hilir mereka kerjakan secara detail, mulai dari penanaman pohon, pemeliharaan pohon, kemudian penebangannya semua dikerjakan dengan manajemen yang detail sekali. Ini yang tidak kita lakukan,” imbuh Jokowi yang hadir dalam acara ini bersama sang isteri, Iriana, dan anak bungsunya, Kaesang.
Dalam melontarkan kritik mengenai pengelolaan hutan, Jokowi menyebut Hutan Wanagama di Kabupaten Gunung Kidul sebagai contoh bagi pengelolaan hutan yang berhasil. Wanagama sendiri dulunya merupakan lahan tandus yang kemudian diubah menjadi hutan konservasi dan edukasi di bawah pengelolaan UGM.
“Artinya sebetulnya kita bisa membangun hutan seperti Wanagama. Anggaran Kementerian Kehutanan besar sekali, kalau ini tidak kita bangun hutan seperti hutan Wanagama nanti hutan konservasi makin digerogoti dan lama kelamaan akan habis,” katanya.
Karena itu, di hadapan para dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa serta alumni Fakultas Kehutanan yang hadir, ia mengajak masyarakat kehutanan untuk turut memikirkan solusi bagi persoalan ini dan memberikan kontribusi bagi pengelolaan sumber daya hutan Indonesia.
Ia pun mengusulkan pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat, yaitu dengan memberikan lahan bagi warga sekitar hutan untuk dikelola. Hal itu merupakan sebuah konsep yang juga sedang dikembangkan UGM dalam pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Getas-Ngandong seluas sekitar 10.901 hektar yang diberikan pemerintah untuk dikelola Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 2016 silam.
“Ini yang harus jadi pemikiran fakultas kehutanan UGM, bagaimana ada sebuah contoh dari hulu sampai hilir dikerjakan dan betul-betul rakyat bisa menikmati. Tidak usah pikir industri, dari hutan saja kita bisa tiru kita sudah betul-betul makmur,” tutur Jokowi.
Usai menyampaikan sambutan, Jokowi juga melakukan penanaman pohon dengan didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Rektor UGM, Panut Mulyono, dan Dekan Fakultas Kehutanan, Budiadi.
Tanaman yang dipilih untuk penanaman ini adalah Cendana Santalum Album Linn, tanaman yang sempat terancam punah pada tahun 1990-an, namun telah diintroduksi di Hutan Wanagama serta diperkaya dengan materi genetik yang lebih beragam oleh Fakultas Kehutanan UGM hingga kini berhasil tumbuh dan menyebar luas. (Humas UGM/Gloria; Foto: Bani)