Berbagai ancaman fisik maupun non fisik yang melanda Indonesia menuntut generasi muda untuk memiliki semangat bela negara. Namun, konsep bela negara tidak terbatas pada keterlibatan dalam militer karena bela negara dapat dilakukan semua orang dalam profesinya masing-masing.
“Konsep bela negara memiliki dimensi pengertian yang luas, termasuk bagaimana menjadi yang terbaik di profesinya masing-masing, mengabdi sesuai profesi,” ujar Direktur Pembelajaran Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, Paristiyanti Nurwardani, Rabu (20/12).
Hal ini ia sampaikan dalam lanjutan kegiatan Seminar Nasional Bela Negara dalam rangka peringatan Dies Natalis UGM ke-68 yang berlangsung di Balai Senat UGM sejak Selasa (19/12). Dalam kesempatan ini, ia berbicara mengenai strategi pendidikan untuk bela bangsa dan negara.
Paristiyanti menuturkan, bangsa Indonesia saat ini menghadapi berbagai permasalahan mulai dari rendahnya cinta tanah air, radikalisme, intoleransi, narkoba, pengangguran, hingga ketidaksiapan menghadapi MEA.
Persoalan ini, ujarnya, menjadi tantangan yang harus dijawab oleh generasi muda. Namun, data-data yang ada justru menunjukkan bahwa lulusan perguruan tinggi Indonesia memiliki kompetensi yang terbilang rendah dalam berbagai aspek.
“Kritik terhadap lulusan sarjana Indonesia adalah kurang kemampuan bahasa Inggris, karakter kepemimpinan, kemampuan organisasi, komunikasi, dan teknologi informasi,” imbuhnya.
Melihat fenomena tersebut, ia menekankan tugas besar institusi pendidikan tinggi Indonesia untuk mempersiapkan SDM yang unggul karena upaya bela negara tidak mungkin dapat dilakukan tanpa memiliki kompetensi yang unggul untuk bersaing dengan SDM dari negara lain.
Ia menyatakan bahwa perguruan tinggi perlu menerapkan nilai dasar kebangsaan dan bela negara baik dalam kurikulum atau kegiatan kurikuler maupun ekstra kurikuler. Hal ini di antaranya dapat diwujudkan melalui sentuhan materi wawasan kebangsaan oleh setiap dosen dalam perkuliahan yang diampu, penanaman moral dan etika, pelaksanaan seminar, pelatihan, dan dialog terbuka, juga melalui kegiatan-kegiatan himpunan mahasiswa.
“Skemanya adalah dari kurikulum yang diselipkan pada kegiatan pembelajaran yang kemudian berkembang menjadi budaya kampus, integrasi pada kegiatan kemahasiswaan, hingga pembiasaan pada kehidupan keluarga dan masyarakat,” jelas Paristiyanti.
Pengertian mengenai bela negara di dalam berbagai lingkup profesi juga diutarakan oleh guru besar Fakultas Hukum UGM yang menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum. Ia menyampaikan bahwa upaya bela negara diwujudkan dalam setiap aktivitas warga negara, baik fisik maupun non fisik, sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya masing-masing.
Terkait hal tersebut, ia menambahkan bahwa dukungan regulasi yang terkait menjadi hal yang penting dalam upaya bela negara, dan segenap lembaga pemerintah perlu bersinergi dalam menghadapi berbagai ancaman bangsa.
“Memang tidak gampang mengnyinergikan semuanya. Saat ini problem ego sektoral masih kuat dalam kementerian dan lembaga, dan ini adalah sesuatu yang harus diubah,” ucapnya.
Dengan integrasi di antara berbagai dimensi operasional yang ada, ujar Enny, diharapkan akan terwujud hukum menyejahterakan yang tidak hanya membawa Indonesia selangkah lebih maju, tapi juga bisa memulihkan kepercayaan publik, memberikan keadilan, dan memberikan kepastian hukum bagi segenap masyarakat. (Humas UGM/Gloria; Foto: Firsto)