Pemahaman fungsi sungai sebagai alur alam secara tidak langsung telah mulai diajarkan pada pendidikan dasar dan menengah, yang kini telah menghasilkan beberapa pemahaman tentang sungai. Bahwa melalui mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA, seorang murid pendidikan dasar mulai memahami, jika penggundulan hutan dapat menyebabkan banjir, bahwa pembuangan sampah di sungai dapat menyebabkan sungai kotor dan tidak sehat, bahwa sungai mempunyai fungsi sebagai sumber air dan sediment dan lain-lain.
Demikian pidato Prof Ir Djoko Legono PhD berjudul “Pendidikan dan Implementasi Penanganan Sungai Berwawasan Terpadu dan Berkelanjutanâ€, yang disampaikannya saat dikukuhkan sebagai Guru Besar pada Fakultas Teknik UGM, Rabu, (14/3), di ruang Balai Senat UGM.
Menurutnya, saat pendidikan menengah seorang murid mulai memahami proses daur hidrologi sederhana, dimana sungai merupakan bagian yang berperan dalam proses tersebut. Dengan demikian melalui pendidikan dasar dan menengah tersebut, diharapkan seseorang mulai menyadari bagaimana sebaiknya suatu sungai dikelola.
“Tentunya hal tersebut akan lebih bermakna, jika anak sejak dini sudah menyaksikan perilaku sungai maupun usaha-usaha penanganannya baik secara langsung maupun melalui media informasi lainnya,†ujar Prof Djoko Legono.
Di tingkat pendidikan tinggi, kata Prof Djoko Legono, pemahaman tentang sungai diberikan pada beberapa program studi, khususnya program studi teknik sipil. “Di Jurusan Teknik Sipil FT UGM misalnya, mata kuliah tersebut mulai dikenalkan almarhum Prof. Pragnjono Mardjikoen di tahun 1978,†tambah pria kelahiran Surakarta 12 Nopember 1952 ini.
Kata Prof Djoko, pemahaman sungai di tahun sebelum 1980 lebih banyak dilakukan melalui model fisik dengan memanfaatkan kaidah-kaidah analisis dimensi, sehingga interprestasi hasil model ke prototip lebih mendekati. Pada saat itu, teknologi alat ukur parameter hidraulika (elevansi muka air, elevansi dasar sungai, kecepatan aliran dan lain-lain), belum secanggih teknologi elektronika saat ini, yang mampu membuat kegiatan pengukuran semakin terasa lebih praktis.
“Model analitik dan model matematik untuk memahami bidang ilmu persungaian tersebut terus berkembang, seiring perkembangan teknologi elektronika informasi sehingga akuisisi data dapat terselenggara lebih praktis dan teliti. Pengenalan model matematik yang terkait teknik persungaian pada tahun 1980 di beberapa negara di Eropa telah dinilai sebagai masa berakhirnya masa model fisik (the time of dinosaurus has passed away),†tandas Sekretaris Jurusan Teknik Sipil FT UGM 1994-1997, yang juga menjelaskan jika baik model fisik maupun model matematik sama-sama dibutuhkan dan masing-masing memiliki kelebihan tersendiri. (Humas UGM).