Berbagai sindiran terhadap politisi Indonesia terlontar dalam pementasan ketoprak Dies Natalis UGM pada Jumat (22/12) lalu di PKKH UGM.
Mengangkat kisah bersejarah Arok-Dedes, pementasan ini menjadi salah satu cara yang dipilih oleh sivitas akademika UGM untuk menyampaikan kritik serta pesan terkait berbagai isu sosial dan politik yang ramai menjadi perbincangan dalam beberapa waktu terakhir.
“Pementasan Ketoprak Ludruk ini dipenuhi humor dan juga kritik sosial dengan isu-isu kekinian. Banyak sindiran-sindiran yang ditujukan pada politisi-politisi yang menggunakan beragam cara untuk mendapatkan kekuasaan,” ujar Dr. Cahyaningrum Dewojati selaku sutradara pementasan ini.
Arok-Dedes adalah pementasan ketoprak kontemporer yang diadaptasi dari Serat Pararaton, sebuah karya klasik yang berisi kitab sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit, yang ditulis abad 15-16. Adapun Serat Pararaton tersebut berisi tentang perjalanan hidup dan sepak terjang Ken Arok atau Ken Angrok sejak dilahirkan sebagai titisan dewa, dibuang oleh Ken Endog, dirawat oleh Lembong, hingga jatuh cinta dengan Ken Dedes yang berstatus istri Ametung.
Isu-isu sosial politik, seperti korupsi, intoleransi, serta perebutan kekuasaan tergambar dalam dialog para pemain yang terdiri dari mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, hingga rektor dan dekan-dekan UGM yang turut ambil bagian dalam pementasan ini. Dikaitkan dengan kisah Arok-Dedes yang penuh pertumpahan darah akibat sikap egois dan haus akan kekuasaan, pementasan ini menyisipkan pesan bahwa bangsa Indonesia khususnya para pemimpin harus memilih jalan kesatria yang mengedepankan akal budi luhur yang membawa kedamaian dan kesejahteraan rakyatnya.
“Karya ini menjadi pengingat dan pembelajaran untuk generasi masa kini, bahwa kekuasaan yang penuh angkara murka, kelicikan, haus darah, hanya akan membawa kehancuran sebuah bangsa. Bangsa Indonesia harus belajar bahwa masa lalu harus diambil sebagai pembelajaran masa depan,” imbuh Cahyaningrum.
Dalam kisah ini, Arok diceritakan memesan keris pada Empu Gandring. Akan tetapi, ketika keris yang dipesannya tersebut belum sempurna, Gandring dibunuh oleh Arok dengan menggunakan keris tersebut. Gandring pun mengutuk Arok, dan berkata bahwa nantinya dalam sejarah akan ada 7 orang yang terbunuh dengan keris yang sama, termasuk Arok sendiri.
Suatu ketika Arok berniat membunuh Ametung dengan cara yang licik agar dapat memperistri Ken Dedes, istri Ametung. Akan tetapi, Kebo Ijo yang pernah meminjam keris tersebut diitnah sebagai pembunuh Ametung. Ironisnya, Arok ditahbiskan menjadi raja Singasari. Meskipun demikian, pada akhirnya Arok pun dibunuh dengan keris Empu Gandring oleh anak tirinya, Anusapati, yang tidak dapat menerima kematian Ametung karena ulah angkara murka dan kelicikan Arok.
Konsep pertunjukan Ketoprak kali ini adalah Ketoprak dengan format parodi dengan iringan musik gamelan kontemporer yang dipadukan dengan musik Jawa Timuran. Melibatkan lebih dari 100 orang pendukung yang terdiri dari pemain, penari, maupun pemain musik, ketoprak kolosal ini menghadirkan pertunjukan yang tidak hanya mengandung pesan sosial tapi juga mampu menghibur para penonton yang hadir. (Humas UGM/Gloria; Foto: Firsto)