
Penyakit degeneratif semakin dekat dengan masyarakat, tidak hanya terjadi di kota-kota, namun juga merambah di desa-desa. Semua itu akibat dari gaya hidup atau perilaku yang tidak sehat.
Mestinya penyakit ini bisa dicegah dengan mengubah gaya hidup karena setiap orang bisa mengatur gaya hidup, mulai dari membenahi pola makan, aktivitas fisik hingga jaga kebersihan lingkungan.
Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) sebagai salah satu penyakit degenaratif saat ini masih menjadi salah satu masalah utama di Indonesia. Sebanyak 42,3 persen kematian akibat penyakit ini disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK) dan 38,3 persen disertai oleh stroke.
Prof. dr. Budi Yuli Setianto, SpPD (K) mengatakan tingginya prevalensi penyakit kardiovaskuler saat ini lebih disebabkan oleh gaya hidup. Karena itu, diperlukan pendekatan program ke tingkat masyarakat.
“Diperlukan upaya prevensi dan rehabilitasi agar mereka bisa kembali ke masyarakat,” kata Budi Yuli Setianto, di Gedung Eksekutif, Fakultas Kedokteran UGM, Senin (22/1) terkait penyelenggaraan Winter Course 2018: Pendidikan Interprofessional on Cardiology.
Budi Yuli mengatakan ada Program Cerdik (Cek Kesehatan Secara Harian, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktifitas fisik, Diet Sehat dan Seimbang, Istirahat cukup dan Kelola Stres) dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Meski demikian, program-program tersebut belum bisa diukur secara efektif untuk mengubah gaya hidup sehat masyarakat.
Oleh sebab itu, semua komponen masyarakat diharapkan mensosialisasikan pendidikan hidup sehat pada seluruh masyarakat. Di tingkat primer, mereka yang memiliki potensi kegemukan, diabetes, kolesterol tinggi, hipertensi mestinya bisa dihindari hal-hal yang bisa terkena penyakit penyakit tersebut.
“Sekunder, mereka yang sudah terkena diabetes, hipertensi, serangan jantung diupayakan untuk tidak terkena lagi. Kemudian di tingkat tersier, yang sudah terjadi maka kalau jantung ya jangan sampai gagal jantung karena lebih baik sembuh dari penyakit,” katanya.
Kursus Musim Dingin 2018: Pendidikan Interprofessional tentang Kardiologi ini dilakukan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM. Pelatihan diikuti 66 peserta, terdiri dari 46 peserta dari dalam negeri dan 20 dari luar negeri.
Mereka adalah calon profesional kesehatan Pendidikan Dokter, Keperawatan dan Gizi Kesehatan FKKMK UGM. Selain dari PT dalam negeri, mereka berasal dari luar negeri, seperti BP Koirala Institute of Health Sciences-BPKIHS (Nepal), Universitas Nasional Taiwan, Universiti Sains Malaysia, Universitas Chiang Mai (Thailand), Universitas Kedokteran Nanjing (China) dan Universitas Kedokteran Internasional (Malaysia).
dr. Gunadi, Ph.D, Sp.BA, ketua Winter Course 2018, mengatakan tidak mudah untuk dapat mengubah gaya hidup sehat di tengah masyarakat. Seperti kebiasaan merokok, berbagai sosialisasi program ternyata tidak mudah mengubah kebiasaan masyarakat.
Karena itu, katanya, diperlukan cara-cara jitu agar masyarakat mau mengubah kebiasaan merokok. Ia mencontohkan seperti sosialisasi akibat merokok menyebabkan impotensi yang dilakukan di Kabupaten Kulon Progo.
“Cara-cara ini ternyata ampuh, masyarakat pun pada akhirnya tidak merokok karena takut impotensi dan serangan jantung,” katanya.
Dr. Delvac Oceandy dari Manchester University menambahkan selain prevensi yang penting dilakukan adalah deteksi dini risiko PJK. Penyakit jantung saat ini tidak hanya di kota-kota.
“Di desa-desa berisiko tinggi juga tinggi 30 persen. Karenanya melalui penelitian kami di Malang, Jawa Timur melalui evaluasi kader posyandu terlihat hasil yang bagus,” katanya. (Humas UGM / Agung)