Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., mengajak pendidikan tinggi untuk mencari anak-anak muda pembelajar sukses yang melakukan hal-hal kreatif dan inovatif di tengah perubahan era teknologi digital. Menurutnya, anak-anak muda tidak hanya bisa larut sebagai pengguna dari disrupsi teknologi, namun bisa mendisrupsi teknologi agar bisa memecahkan masalah ekonomi dan sosial. “Indonesia membutuhkan pengusaha hebat mampu mengatasi masalah sosial dan menjadi problem solver,” kata Pratikno dalam diskusi Sharing session yang diselenggrakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Hotel Santika, Kamis (25/1).
Pratikno memaparkan perubahan dahsyat revolusi industri sekarang ini membuat semua pemerintah di seluruh dunia berpikir keras untuk menyelaraskan pertumbuhan ekonomi negara mereka masing-masing. Perubahan dari setiap disrupsi teknologi, kata Pratikno, bisa melahirkan jenis pekerjaan kerja baru, namun menghapus jenis pekerjaan yang lama. “Begitu ada inovasi maka ada jenis pekerjaan tumbuh dan hilang,” katanya
Pratikno mencontohkan anak muda seperti Nadiem Anwar Makarim, pendiri perusahaan Go-Jek, yang menurutnya patut dicontoh oleh anak muda yang lain. Dikatakan Pratikno, Nadiem merupakan salah satu anak muda yang berhasil melakukan disrupsi teknologi. “Nadiem selalu bilang kepada saya mereka di Go-Jek selalu melakukan internal disruptor lebih dahulu sebelum pihak eksternal melakukan,” katanya.
Meski Nadiem Makarim lulusan dari jurusan hubungan internasional, kata Pratikno, kepeduliannya pada persoalan sosial di masyarakat menginpirasinya untuk melakukan sesuatu yang bisa mengtasi hal itu sehingga munculah ide bisnis Go-Jek yang bergerak dalam dunia digital. Apa yang dilakukan oleh Nadiem, menurut Pratikno, patut diapresiasi. Pasalnya, niilai brand perusahaan Go-Jek saat ini lebih tinggi dibanding dari persuahaan taksi terbesar di Indonesia bahkan nilai jualnya lebih tinggi dari pada perusahaan maskapai milik negara.
Revolusi industri ini tidak hanya bisa dipahami oleh kalangan dunia pendidikan tinggi, namun diperlukan kerja keras untuk mencari anak-anak muda pembelajar cerdas untuk melakukan disrupsi. “Pendidikan tinggi perlu mengantisipasi. Kita harus menjiwai SDM. Jangan sampai kita terlambat, “kata Pratikno. (Humas UGM / Gusti Grehenson)