
Kedatangan kentang varietas baru pada tahun 1980-an ke daerah Dieng menjadi pemicu transformasi sosio-kultural dan ekonomi-lingkungan di kawasan ini. Kurang dari 10 tahun, kentang varietas baru tersebut mengubah warga lereng atas menjadi masyarakat makmur lebih dari warga yang tinggal di bagian tengah dan bawah lereng. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan rumah orang di lereng atas kebanyakan yang berdinding batu dan berparabola, megah, dengan bangunan masjid tinggi serta beberapa kendaran keluaran terbaru di jalan-jalannya.
Dibalik suksesnya budidaya tanaman kentang, komoditas tersebut telah menyebabkan perubahan lanskap dan kerusakan lingkungan saat budidaya kentang mengganti budidaya tembakau, kubis dan jagung. Lebih lanjut hal itu diperburuk dengan penggunaan pestisida yang tidak terkontrol dan pemupukan untuk mempertahankan tingkat produksi tanaman..
Fenomena itu menarik Ahmad Salehudin untuk menuliskan desertasinya yang berjudul “Teologi pertanian: Religiusitas dan rasionalitas ekonomi petani muslim di Pegunungan Dieng.” Berkat disertasi tersebut, Ahmad yang merupakan Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tersebut sukses meraih gelar doktor Inter Religious Studies (IRS) di Universitas Gadjah Mada. Ia secara resmi meraih gelar doktor setelah dinyatakan lulus dalam ujian terbuka doktor pada Senin (29/1) di Gedung Pascasarjana UGM.
Ahmad menjelaskan bahwa fenomena pertanian kentang di pegunungan dieng menunjukkan bahwa agama memainkan peran penting bagi kaum muslim dalam menjalankan kegiatan pertanian, yaitu sebagai sacred canopy dalam istilah Berger’s. Namun, bagaimana para petani mengembangkan pertanian mereka dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan tantangan pertanian yang mereka hadapi.
“Para petani muslim mempertimbangkan jika pemberian Tuhan harus dimanfaatkan secara maksimal untuk selanjutnya digunakan untuk menyembah Tuhan,” kata Ahmad. (Humas UGM/Catur)